II. 9 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA ANKURA
[Ankurapetavatthuvannana]
‘Tujuan bagi kepergian kita.’ Sang Guru yang sedang berdiam di Savatthi menceritakan hal ini sehubungan dengan peta yang disebut Ankura. Dalam hal ini Ankura sebenarnya bukan peta, tetapi karena aktivitasnya berhubungan dengan peta maka cerita ini disebut Cerita Peta Ankura. Beginilah ceritanya secara ringkas.
Ada sebuah kota1 bernama Asitañjana di daerah Kamsabhoga di Uttarapatha. Di situ terlahir di keluarga Upasagara -putra3 raja Mahasagara, penguasa Uttaramadhura- yang beristrikan Devagabbha -putri Mahakamsaka- (anak-anak berikut ini: seorang putri) Añjanadevi dan sepuluh saudara lelakinya yaitu Vasudeva, Baladeva, Candadeva, Suriyadeva, Aggideva, Varunadeva, Ajjuna, Pajjuna, Ghatapandita dan Ankura – seluruhnya sebelas ksatria. Dimulai dari kota Asitañjana, dengan senjata cakranya Vasudeva dan saudara-saudara lelakinya menyebabkan kematian semua raja dari 63.000 kota di seluruh Jambudipa, yang berakhir di Dvaravati. Ketika berdiam di Dvaravati, mereka membagi kerajaan menjadi sepuluh bagian – karena mereka lupa pada Añjanadevi, saudara perempuan mereka. Setelah ingat, mereka berkata, ‘Kita seharusnya membagi kerajaan menjadi sebelas bagian’. Tetapi Ankura, yang paling muda, berkata, ‘Berikanlah bagianku kepada Añjanadevi. Saya akan mencari nafkah dengan berdagang dan kalian bisa mengirimkan kepadaku pajak dari propinsimu masing-masing.’ ‘Baiklah’, mereka setuju. Setelah memberikan bagian itu kepada saudara perempuan mereka, sembilan raja itu tinggal di Dvaravati.5 Añkura hidup berdagang dan terus-menerus memberikan dana yang besar. Añkura mempunyai seorang budak [112] yang menjaga toko-tokonya6 dan yang benar-benar memikirkan kepentingannya. Dengan bakti di hati, Ankura mencarikan seorang putri dari keluarga baik-baik yang diberikannya (dalam perkawinan) kepada budaknya itu. Namun budak itu meninggal persis ketika putranya lahir. Pada saat anak itu lahir, Ankura memberinya makanan dan upah yang seharusnya diberikan kepada ayahnya. Setelah pemuda itu beranjak dewasa, muncul pertanyaan di antara anggota keluarga kerajaan: apakah dia seorang budak atau bukan. Ketika Añjanadevi mendengar hal ini, dia menggunakan contoh seekor sapi untuk membebaskan pemuda itu dari kedudukannya sebagai budak dengan mengatakan, ‘Putra seorang wanita bebas adalah manusia bebas.’ Tetapi pemuda itu, karena malu, tidak tahan hidup di sana dan pergi ke kota Bheruva. Di sana dia mengambil (sebagai istrinya) putri seorang penjahit dan mencari nafkah dengan menjahit.
Pada saat itu, di kota Bheruva ada seorang pedagang kaya bernama Asayhamahasetthi7 yang memberikan dana besar-besaran bagi para petapa dan brahmana, fakir miskin, gelandangan,8 pelancong9 dan pengemis. Dengan penuh sukacita dan kebahagiaan, penjahit itu akan mengangkat tangan kanannya untuk menunjukkan tempat kediaman Asayhamahasetthi7 bagi mereka yang tidak mengetahui rumah pedagang kaya itu. Dia berkata, ‘Pergilah ke sana dan ambillah apa pun yang tersedia.’ Perbuatan-perbuatannya tercatat di dalam teks.10 Pada saatnya dia meninggal dan muncul di gurun pasir sebagai devata bumi di pohon beringin dengan tangan kanan yang bisa mengabulkan keinginan. Pada suatu ketika, di Bheruva itu pula ada seorang pria yang mengawasi11 dana Asayhamahasetthi. Tetapi dia tidak memiliki keyakinan maupun bakti. Dia mengukuhi pandangan yang salah, serta tidak memiliki hormat pada pelaksanaan tindakan-tindakan berjasa. Ketika meninggal, dia muncul sebagai peta tidak jauh dari tempat tinggal devaputta tersebut. Perbuatan-perbuatan yang dilakukannya tercatat di dalam teks. Ketika Asayhamahasetthi meninggal, dia masuk ke dalam kelompok Sakka, raja para dewa, di alam Tiga-puluh-tiga.
Setelah beberapa waktu, Ankura mengangkut barang-barangnya dengan 500 kereta, begitu juga seorang brahmana lain mengangkut barangnya dengan 500 kereta. Dengan 1000 kereta ini, kedua pria itu memasuki jalan di belantara gurun pasir dan tersesat. Setelah berhari-hari berputar-putar, mereka kehabisan rumput, air dan makanan. Ankura menyuruh para pesuruhnya berkuda12 untuk mencari air ke empat penjuru. Pada waktu itu, sang yakkha yang mempunyai tangan yang dapat mengabulkan keinginan itu melihat situasi yang mereka hadapi. Karena [113] mengingat jasa yang telah diberikan Ankura kepadanya di dalam kehidupan sebelumnya, dia berpikir ‘Sekarang saya harus membantunya’. Maka dia menampakkan pohon beringin yang merupakan tempat tinggalnya kepada Ankura. Dikatakan bahwa pohon beringin itu penuh dengan ranting dan batang, daunnya rimbun, dan memberikan keteduhan yang nyaman. Ada ribuan tunas baru yang tak terhitung banyaknya (sehingga pohon itu berdiri) 1 yojana panjangnya, lebarnya, dan tingginya. Ankura amat gembira melihat pohon itu dan dia mendirikan tenda13 di bawahnya. Yakkha tersebut menaikkan tangan kanannya dan pertama-tama memuaskan dahaga semua orang dengan air. Setelah itu dia memberikan apa pun yang diinginkan setiap orang. Ketika semua orang telah puas menikmati berbagai jenis makanan dan minuman dan sebagainya – seperti yang mereka inginkan, dan sudah pulih dari lelahnya perjalanan, si pedagang brahmana yang memiliki penalaran yang tidak benar14 itu berpikir, ‘Setelah kami pergi dari sini menuju Kamboja untuk mencari kekayaan, lalu bagaimana? Jika sekarang yakkha ini ditangkap dengan tipu muslihat dan diangkut di kereta, kami bisa langsung pulang kembali.’ Dengan pikiran seperti ini, dia mengucapkan dua syair untuk memberitahukan rencananya kepada Ankura:
1. ‘Tujuan bagi kepergian kita (para pencari kekayaan) ke Kamboja, dapat dipenuhi oleh yakkha yang mengabulkan keinginan ini. Marilah kita menangkap yakkha ini!
2. Jika kita telah menangkap yakkha ini, baik dengan persetujuannya atau secara paksa, dan mengangkutnya di kereta, kita dapat pergi dengan cepat ke Dvaraka.’
1 Di sini, tujuan bagi (yassa atthaya): alasan bagi. Ke Kamboja (Kambojam): menuju kerajaan Kamboja. Pencari kekayaan (dhanaharaka): mencari untuk memperoleh kekayaan dengan menjual barang-barang. Yang mengabulkan keinginan (kamadado): yang memberikan apa pun yang diinginkan. Yakkha (yakkho): devaputta. Marilah kita menangkap: niyamase=nayissama (bentuk tata bahasa alternatif).
2 Dengan persetujuannya (sadhukena): dengan memohon kepadanya. Dengan paksa (pasayha): setelah menguasainya dengan menggunakan paksaan. Di kereta (yanam): di kereta yang nyaman. Ke Dvaraka (Dvarakam): menuju kota Dvaravati. Beginilah artinya di sini: kita ingin pergi dari sini menuju Kamboja untuk suatu tujuan. Tujuan yang akan diwujudkan lewat perjalanan itu,15 dapat dicapai di sini. Ini adalah yakkha yang mengabulkan keinginan. [114] Oleh karena itu, kita akan memohon kepada yakkha ini, dan (melanjutkan) dengan persetujuannya, atau -jika dia tidak dapat dibujuk- kita akan mengangkutnya di kereta dengan menggunakan paksaan, mengikatnya ke bagian belakang kereta dan kemudian dengan cepat pergi bersamanya dari sini ke kota Dvaravati.
Ketika brahmana ini mengatakan demikian, Ankura yang kokoh dalam Dhamma manusia luhur,16 menyampaikan syair yang berlawanan dengan apa yang telah dikatakan brahmana itu:
3. ‘Orang tidak seharusnya mematahkan cabang-cabang pohon yang di bawah keteduhannya dia duduk atau berbaring, karena melukai seorang teman itu sungguh amat jahat.’
3 Di sini, orang tidak seharusnya mematahkan (na bhañjeyya): orang tidak boleh memotong. Melukai seorang teman: mittadubbho=mittesu dubbhanam (ketentuan bentuk majemuk); menyebabkan kerugian bagi teman itu. Sungguh amat jahat (papako): melukai seorang teman adalah tidak terpuji. Pohon yang teduh memberikan kesejukan dan menghalau kelelahan orang yang kepanasan – tidak seharusnya orang berpikir jahat bahkan terhadapnya, apalagi terhadap makhluk hidup. Devaputta ini adalah makhluk mulia yang telah memberikan pelayanan yang besar, dan dia telah melayani kita dengan meringankan kesengsaraan kita.17 Tidak seharusnya orang berpikir untuk melakukan sesuatu yang merugikan dia. Justru dia harus dihormati – inilah yang ditunjukkan Ankura.
Mendengar hal ini, brahmana -yang memegang prinsip yang telah lama terbentuk bahwa berhasil lolos lewat kemunafikan merupakan landasan sukses- mengucapkan syair yang menempatkan dirinya berlawanan dengan Ankura:
4. ‘Orang harus memotong bahkan cabang pohon yang di bawah keteduhannya dia duduk atau berbaring, jika memang demikian kebutuhannya.’
4 Di sini, jika memang demikian kebutuhannya (attho ce tadiso siya): jika kebutuhan seseorang adalah untuk mengumpulkan kayu, maka bahkan batang pohon itu pun akan dipotongnya, apalagi cabangnya dan sebagainya – beginilah artinya.
Ketika brahmana itu telah berkata demikian, Ankura mengucapkan syair yang menjunjung tinggi Dhamma manusia mulia:
5. ‘Orang tidak seharusnya merugikan daun-daun pohon yang di bawahnya dia duduk atau berbaring, karena melukai seorang teman itu sungguh amat jahat.’
5 [115] Di sini, orang seharusnya tidak merugikan daun-daun (na tasa pattam himseyya): orang seharusnya tidak menyebabkan bahkan sehelai daun pun jatuh, apalagi batangnya dan sebagainya – beginilah artinya.
Sekali lagi brahmana itu mengucapkan syair yang menjunjung tinggi pandangannya sendiri:
6. ‘Orang harus mencabutnya bahkan sampai ke akarnya, (mencabut) pohon yang di bawah keteduhannya dia duduk atau berbaring, jika memang demikian kebutuhannya.’
6 Di sini, orang harus mencabutnya bahkan sampai ke akarnya (samulam pi tam abbuyha): orang harus mencabut pohon itu di sana, yaitu, mengangkatnya naik, bahkan bersama dengan akarnya.18
Ketika brahmana itu telah berkata demikian, Ankura mengucapkan tiga syair karena ingin membuat pandangan brahmana itu tak bermakna:
7. ‘Manusia tidak seharusnya merencanakan tindakan jahat bahkan di pikirannya terhadap orang yang di rumahnya dia pernah tinggal sekalipun hanya satu malam, dan yang di rumahnya dia telah memperoleh makanan dan minuman – rasa terima kasih dipuji oleh manusia-manusia mulia.
8. Dia tidak seharusnya merencanakan tindakan jahat bahkan di pikirannya terhadap orang yang di rumahnya dia pernah tinggal dan yang (olehnya) dia dilayani dengan makanan dan minuman – tangan si pemberi yang tidak terbiasa melukai ini akan membakar orang yang melukai teman.19
9. Orang yang pernah menerima tindakan yang baik dan yang kemudian merugikan (si pemberi) dengan tindakan yang jahat adalah manusia yang tangan-bersihnya-telah-dihancurkan – dia tidak akan melihat keberuntungan yang baik.’
7 Di sini, yang …nya (yassa): orang yang memiliki …. Sekalipun hanya satu malam saja (ekarattim pi): yang di rumah(nya) dia sudah tinggal sekalipun hanya semalam.20 Yang di rumahnya dia telah memperoleh makanan dan minuman (yatth’ annapanam puriso labhetha): yang melalui kehadirannya dia telah mendapatkan makanan dan minuman atau penopang kehidupan apa pun lainnya. [116] (Manusia) tidak seharusnya merencanakan tindakan jahat bahkan di pikirannya terhadap orang (na tassa papam manasa ‘pi cetaye): (manusia) tidak seharusnya memikirkan, tidak seharusnya merindukan, kesialan bagi orang itu sekalipun bahkan di dalam pikirannya, apalagi lewat tubuh dan ucapan. Mengapa demikian? Rasa terima kasih dipuji oleh manusia-manusia mulia (kataññuta sappurisehi vannita): rasa terima kasih benar-benar dipuji oleh para Buddha dan sebagainya, yang tertinggi di antara para manusia mulia.
8 Telah dilayani (upatthito): telah diberi makan dan minum, dilayani dengan kata-kata, ‘Silakan mengambil ini, silakan makan ini.’ Tangan si pemberi yang tidak biasa melukai (adubbhapani): tangan yang tidak biasa merugikan, tangan yang terkendali. Membakar orang yang melukai teman (dahate mittadubbhim): tangan ini membakar, menghancurkan, orang yang melukai teman. Suatu pelanggaran yang dilakukan terhadap orang-orang yang memiliki niat baik dan yang tidak bersalah akan membawa keruntuhan justru pada orang itu tanpa terkecuali. Sehubungan dengan makna21 praktisnya, orang yang tidak bersalah akan benar-benar membakar dia. Untuk alasan inilah maka Sang Buddha mengatakan, ‘Dia yang melakukan kejahatan pada orang yang tidak bersalah, orang yang bersih dan tanpa noda, justru pada orang tolol itulah tindakan jahat itu akan berbalik menyerang, bagaikan debu halus yang ditaburkan melawan arah angin.’*
9 Orang yang pernah menerima tindakan yang baik (yo pubbe katakalyano): orang yang pernah menerima kebaikan, yang menerima pelayanan, dari siapa pun yang luhur. Dan yang kemudian merugikan (si pemberi) dengan tindakan yang jahat (paccha papena himsati): dan yang di suatu ketika sesudahnya kemudian menyerang orang yang telah menolongnya itu dengan tindakan jahat, dengan kesialan dan ketidak-beruntungan. Adalah orang yang tangan-bersihnya-telah-dihancurkan (allapanihato poso): dia telah dihancurkan, dia dibuat menderita -dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya- oleh tindakan berjasa yang dilakukan dengan tangan bersih, oleh orang yang telah menolongnya, (yang melakukan hal itu) dengan tangan bersih, dengan tangan yang sudah dicuci. Atau, pilihan lain, tangan bersih(nya sendiri) telah dihancurkan. Tangannya dihancurkan22 oleh perbuatannya menyakiti orang lain yang telah menolongnya; dia adalah manusia yang tidak berbudi. Dia tidak akan melihat keberuntungan yang baik (na so bhadrani passati): orang yang disebutkan itu tidak akan melihat, yaitu, tidak akan menemukan, tidak akan memperoleh, kebahagiaan baik di dunia ini maupun di alam berikutnya.
[117] Brahmana itu, yang dengan demikian dikalahkan oleh Ankura yang menjunjung tinggi Dhamma manusia mulia, tidak mengatakan apa-apa lagi dan terdiam. Tetapi yakkha itu telah mendengar percakapan yang terjadi di antara kedua orang tersebut. Walaupun marah terhadap brahmana itu, dia berpikir, ‘Biar begini dulu sekarang – akan kuputuskan nanti apa yang harus dilakukan terhadap brahmana jahat ini’. Kemudian dia mengucapkan syair ini, yang menunjukkan sejauh mana orang lain tidak mampu menguasai dia:.10. ‘Tidak oleh dewa maupun manusia, tidak juga oleh kekuasaan lain aku dapat dengan mudah dikalahkan23 – aku adalah yakkha, yang telah mencapai kesaktian tertinggi, yang luas jangkauannya, yang memiliki keelokan dan kekuatan.’
10 Di sini, oleh dewa (devena): oleh dewa mana pun. Oleh manusia (manussena va): hal yang sama juga berlaku di sini. Tidak juga kekuasaan lain (issariyena va): tidak juga oleh kekuasaan di atas dewa atau di atas manusia – dalam hubungan ini, ‘kekuasaan di atas dewa’ berarti potensi24 agung dari Empat Raja Besar, Sakka, Suyama25 dan sebagainya, sedangkan ‘kekuasaan di atas manusia’ berarti potensi yang muncul dari tindakan-tindakan berjasa seorang (raja)26 pemutar roda Dhamma dan sebagainya. Karena itu, dengan ‘kekuasaan’ tercakup kekuasaan-kekuasaan para dewa dan manusia yang memiliki keagungan tertinggi. Bahkan para dewa dengan keagungan tinggi pun tidak dapat menguasai manusia yang ditopang oleh buah-buah tindakan berjasa mereka dan apabila tidak ada kegagalan sarana-sarana itu,27 apalagi lain-lainnya. Ham (tidak diterjemahkan) merupakan partikel yang menunjukkan ketidakmampuan. Tidak dapat dengan mudah dikalahkan (na suppasayho): tidak dapat dihancurkan. Aku adalah yakkha yang telah mencapai kesaktian tertinggi (yakkho ‘ham asmi paramiddhipatto): lewat tindakan-tindakanku yang berjasa aku telah masuk ke alam yakkha. Tidak ada seorang pun yang dapat menyamai yakkha itu.28 Lagi pula, aku telah mencapai kekuatan-kekuatan kesaktian tertinggi; aku memiliki kekuatan kesaktian tertinggi, terhebat bagi yakkha. Luas jangkauannya (durangamo): dapat mencapai tempat-tempat yang jauh dengan sugesti. Memiliki keelokan dan kekuatan (vannabalupa-panno): memiliki29 dan mempunyai keelokan dan kekuatan fisik. Lewat30 mantra tiga-kata ini dia menunjukkan kekuatannya sendiri yang tak terkalahkan. Sempurna dalam penampilan, dia dihormati oleh yang lain; karena harta keelokannya itu [118] dia tidak dapat dikacaukan bahkan oleh yang tidak biasa. Memiliki penampilan (yang bagus) itu dikatakan31 merupakan penyebab bagi kekuatannya yang tak terkalahkan.
Dari sini dan seterusnya terjadi percakapan limabelas syair antara Ankura dan Devaputta itu:
11. ‘Tanganmu semuanya keemasan, pembawa-lima-hal, dan mengalirkan madu; sari berbagai citarasa menetes (darinya) – menurut saya, engkau pasti Purindada.’
12, ‘Aku bukan dewa, bukan pula gandhaba32 dan bahkan juga bukan Sakka Purindada; Ankura, sebagai peta engkau seharusnya mengenalku, yang datang ke sini dari Bheruva.’
13. ‘Bagaimanakah tindakanmu, bagaimanakah perilakumu, ketika engkau di Bheruva dulu? Melalui (aspek) kesejahteraan Brahma apa (maka muncul) tindakan berjasa yang menghasilkan tangan ini?’
14. ‘Dahulu aku adalah seorang penjahit di Bheruva; pada saat itu aku menderita kesulitan yang sangat besar dan aku menjalani kehidupan yang sangat sulit. Aku tidak memiliki apa pun yang dapat diberikan,
15. Tetapi tempat kerjaku cukup dekat dengan Asayha, seorang pria yang memiliki keyakinan dan master dalam praktek memberi, manusia berhati nurani yang melakukan tindakan-tindakan berjasa.
16. Para pengemis dan kelana dari berbagai marga akan datang ke sana dan mereka bertanya kepadaku di mana tempat tinggal Asayha dengan mengatakan, “Berkah untukmu! Ke mana kami harus pergi – di mana dana diberikan?”
17. Bila ditanya demikian, aku akan mengangkat tangan kananku dan menunjuk tempat tinggal Asayha kepada mereka sambil berkata, “Berkah untukmu! Kalian harus pergi ke sana – dana diberikan di sana, di tempat tinggal Asayha.”
18. Karena alasan inilah maka tanganku kini mengabulkan keinginan, karena alasan inilah maka tanganku mengalirkan madu, melalui (aspek) kesejahteraan Brahma inilah (maka muncul) tindakan berjasa yang menghasilkan tangan ini.’
19. ‘Dikatakan bahwa engkau tidak memberikan dana kepada siapa pun dengan tanganmu sendiri, tetapi karena ikut bersukacita dengan dana orang lain, engkau mengangkat tanganmu dan menunjukkan (jalan).
20. Karena alasan inilah maka tanganmu kini mengabulkan keinginan, karena alasan inilah maka tanganmu mengalirkan madu, melalui (aspek) kesejahteraan Brahma inilah (maka muncul) tindakan berjasa yang menghasilkan tangan ini.
21. Tuan, manusia budiman itu -yang memberikan dana-dana dengan tangannya sendiri- ke bagian manakah dia pergi ketika dia meninggalkan tubuh manusia ini?’
22. ‘Aku tidak mengetahui kedatangan dan kepergian Angirasa, makhluk yang dapat menahan apa yang berada di luar daya tahan,33 [119] tetapi aku telah mendengar di hadapan Vessavana34 bahwa Asayha telah pergi bergabung dengan Sakka.’
23. ‘Melakukan tindakan-tindakan yang baik dan memberikan dana yang sesuai itu saja sudah cukup. Setelah melihat tangan yang mengabulkan keinginan ini, siapakah yang tidak mau melakukan tindakan-tindakan berjasa?
24. Kalau demikian, ketika saya telah pergi dari sini dan telah kembali ke Dvaraka, saya akan menyediakan dana yang akan memberiku kebahagiaan.
25. Saya akan memberikan makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal, tempat-tempat yang menyediakan minuman di pinggir jalan, sumur dan jembatan di tempat-tempat yang sulit diseberangi.’
11 Di sini, tanganmu (pani te): tangan kananmu. Semuanya keemasan (sabba-sovanno): seluruhnya berwarna emas. Pembawa-lima-hal (pañcadharo): (dikatakan sebagai) ‘pembawa-lima-hal’ karena dengan lima jarinya, tangan itu adalah pembawa benda-benda yang diinginkan oleh orang lain. Mengalirkan madu (madhussavo): mengalirkan35 sari-sari yang manis. Karena alasan inilah dia mengatakan, sari berbagai citarasa menetes (darinya) (nanarasa paggharanti), yang berarti berbagai jenis sari yang berbeda – yang manis, yang pahit, yang berbau tajam dan sebagainya36 – mengalir 37 (darinya). Ketika tangan yakkha yang dapat mengabulkan keinginan itu melepaskan berbagai makanan yang keras dan lunak, yang penuh dengan citarasa seperti rasa manis dan sebagainya, dikatakan tangan itu ‘mengalirkan madu’. Menurut saya, engkau pasti Purindada (maññe ‘han tam Purindadam): menurut saya, engkau pasti Sakka Purindada, yang berarti saya pikir engkau pasti Sakka, raja para dewa, yang memiliki keagungan demikian besar.
12 Aku bukan dewa (n’ amhi devo): aku bukanlah dewa yang terkenal seperti Vessavana dan sebagainya. Bukan pula gandhabba (na gandhabbo): aku bahkan bukan dewa yang masuk ke dalam kelompok para gandhabba. Bahkan juga bukan Sakka Purindada (na pi Sakko Purindado): aku bahkan bukan Sakka, raja para dewa, yang memperoleh nama Purindada karena dahulu (pure) menyediakan dana (danassa) di dalam kehidupan sebelumnya.38 Kalau begitu, apakah dia39 itu? Dia berkata, Ankura (petam Ankura janahi) sebagai peta engkau seharusnya mengenalku: engkau seharusnya mengenalku sebagai salah satu yang telah terlahir sebagai peta, Ankura tuanku yang baik, engkau seharusnya mengenalku sebagai peta dengan kekuatan kesaktian yang besar. Yang datang ke sini dari Bheruva (Bheruvamha idhagatam): yang setelah jatuh dari kota Bheruva, kemudian datang ke sini dengan cara muncul di pohon beringin ini, di sini di tengah-tengah belantara padang pasir, yang berarti yang telah muncul di sini.
13 Bagaimanakah tindakanmu, bagaimanakah perilakumu, ketika engkau berada di Beruva dulu? (kimsilo kimsamacaro Bheruvasmim pure tuvam): sebelumnya, di dalam kehidupan sebelumnya, ketika engkau berdiam di kota Bheruva; [120] bagaimanakah tindakanmu, bagaimanakah perilakumu? Setelah menjalankan40 tindakan macam apa yang menjadi cirimu berpaling dari41 tindakan-tindakan jahat, karena perilaku yang merupakan cirimu berubah ke arah42 tindakan-tindakan yang berjasa, dari perilaku macam apa, yang berarti dari perilaku macam apa sehubungan dengan tindakan-tindakan yang baik, seperti misalnya berdana dan sebagainya? Melalui (aspek) kesejahteraan Brahma apa (maka muncul) tindakan berjasa yang menghasilkan tangan ini? (kena te brahmacariyena puññam panimhi ijjhati): melalui aspek kesejahteraan Brahma yang luar biasa manakah maka ada buah dari suatu tindakan berjasa seperti ini yang sekarang masak dan memberikan hasil dalam bentuk tanganmu, yang berarti tolong beritahukanlah kepadaku. Yang dimaksud dengan ‘tindakan berjasa’ adalah buah dari tindakan berjasa, melalui penghapusan kata kedua (dari gabungan kata itu). Karena jelas hal inilah yang disebut ‘jasa’ dalam, ‘Melalui penguasaan keadaan-keadaan yang bajik dengan cara ini, wahai para bhikkhu, maka jasa kebajikan ini bertambah,* dan sebagainya.
14 Seorang penjahit (tunnavayo): seorang pekerja jarum. Aku menjalani kehidupan yang sangat sulit: sukicchavutti=sutthu kicchavuttiko (ketentuan gabungan); aku memiliki kehidupan yang luar biasa sengsara. Aku menderita kesulitan yang besar (kapano): aku miskin, yang berarti aku berada dalam keadaan yang tak keruan. Aku tidak memiliki apa pun yang dapat diberikan (na me vijjati datave): aku tidak memiliki apa pun yang pantas diberikan, tidak memiliki apa pun yang dapat diberikan kepada para gelandangan, petapa maupun brahmana, walaupun aku benar-benar berkeinginan memberi – beginilah artinya.
15 Tempat kerja (avesanam): rumah, atau ruangan untuk bekerja. Cukup dekat dengan Asayha (Asayhassa upantike): dekat dengan rumah Asayha – pedagang yang amat kaya. Seorang pria yang memiliki keyakinan (saddhassa): memiliki keyakinan tentang buah tindakan. Master dalam praktek memberi (danapatino): sehubungan dengan praktek memberi, dia adalah ahlinya karena telah mengalahkan keserakahan dan memiliki kedermawanan luar biasa yang terus berlanjut tanpa putus.43 Yang melakukan tindakan-tindakan berjasa (katapuññassa): yang melakukan tindakan-tindakan yang baik di masa lalu. Manusia berhati nurani (lajjino): orang yang pada dasarnya muak dengan tindakan-tindakan jahat.
16 Ke sana (tattha): ke tempat kerjaku itu. Para pengemis akan datang (yacanaka yanti): para pengemis akan datang karena ingin memohon sesuatu dari Asayhasetthi. Dari berbagai marga (nanagotta): dari berbagai suku dan daerah yang berbeda. Para kelana (vanibbaka): mereka yang menyanyikan puji-pujian (vannadipaka)44 yang berkelana ke sana kemari dengan menyatakan45 keadaan kebutuhan mereka dengan memberikan puji-pujian dsb. sebagai balasan terhadap keluhuran dan buah tindakan-tindakan berjasa dan sebagainya dari orang yang memberi. Dan mereka bertanya kepadaku (te ca mam tattha pucchanti): tattha (tidak diterjemahkan) hanyalah sekadar partikel; para pengemis dsb. itu bertanya kepadaku di mana tempat tinggal Asayha, pedagang kaya itu. Pola syair membutuhkan dua objek penderita di tempat itu.46 [121] Berkah untukmu! Ke mana kami harus pergi? Di mana dana diberikan? (Kattha gacchama bhaddam vo kattha danam padiyati): ini menunjukkan cara mereka bertanya. Beginilah artinya di sini: semoga berkah menjadi milikmu! Kami datang setelah mendengar bahwa dana diberikan oleh Asayhasetthi di sini. Di mana dana diberikan? Atau ke mana kami harus pergi – dengan pergi ke mana maka kami akan memperolehnya?
17 Bila ditanya demikian, aku akan menunjuk (tesaham puttho akkhami): ketika ditanya demikian oleh para kelana itu tentang tempat mereka dapat menerima (dana), dengan rasa hormat47 aku akan mengangkat tangan kananku dan memberitahukan tempat tinggal Asayhasetthi sambil berpikir, ‘Karena tidak melakukan tindakan-tindakan berjasa di masa lalu, aku sekarang tidak mampu memberikan apa pun kepada siapa pun seperti ini. Tetapi aku masih bisa menghasilkan banyak jasa kebajikan melalui hal yang sedemikan kecil, yaitu dengan sukacita48 memberitahukan kepada mereka bagaimana memperoleh dana ini dengan cara menunjukkan kepada mereka rumah tempat dana diberikan.’ Untuk alasan inilah dia berkata, ‘Aku akan mengangkat tangan kananku.’ dan seterusnya.
18 Karena alasan inilah maka tanganku kini mengabulkan keinginan (tena pani kamadado): karena memberitahukan dana yang dilakukan orang lain, hanya karena ikut bersukacita dengan rasa hormat terhadap dana yang diberikan orang lain, maka tanganku sekarang dapat mengabulkan keinginan – seperti pohon pengabul-harapan, bagaikan tanaman rambat santana,49 tangan ini mengabulkan keinginan dengan memberikan apa yang diharapkan. Karena alasan inilah maka tanganku mengalirkan madu (tena pani madhussavo): tangan ini dapat menyalurkan hal-hal yang menyenangkan.
19 Dikatakan bahwa engkau tidak memberikan dana (na kira tvam ada danam): ‘dikatakan’ (kira) adalah partikel yang menyatakan kabar. Dikatakan bahwa engkau tidak membagikan harta bendamu sendiri, bahwa engkau tidak memberikan dana apa pun kepada siapa pun, baik petapa maupun brahmana, dengan tanganmu sendiri, oleh tanganmu sendiri. Tetapi karena ikut bersukacita dengan dana orang lain (parassa danam anumodamano): tetapi engkau tetap ikut bergembira pada dana yang diberikan oleh orang lain demi orang-orang itu sambil berkata, ‘O alangkah besarnya dana yang engkau berikan!’
20 Karena alasan inilah maka tanganmu kini mengabulkan keinginan (tena pani kamadado): karena alasan inilah maka tanganmu mengabulkan keinginan dengan cara ini. O, alangkah indahnya hasil dari tindakan-tindakan yang berjasa! – beginilah artinya.
21 Tuan, manusia budiman itu – yang memberikan dana-dana dengan tangannya sendiri (yo so danam ada bhante pasanno sakapanihi): karena rasa hormat, dia menyapa devaputta dengan ‘tuan’. [122] Hanya50 karena ikut bersukacita dengan dana yang diberikan oleh orang lain, tuan, inilah buahnya, begitu agungnya, yang (datang) kepadamu. Tetapi Asayha-lah, pedagang yang amat kaya itulah,51 yang memberikan dana besar-besaran dengan penuh bakti di hatinya pada saat dia membagikan dana itu dengan tangannya sendiri. Ketika dia meninggalkan tubuh manusia ini (so hitva manusam deham): ketika dia melepaskan keadaan manusia ini di sini. Ke manakah (kim): ke yang mana. Nu so (tidak diterjemahkan): nu hanyalah sekadar partikel. Bagian manakah dia pergi? (disatam gato): ke arah (yang mana), tempat (yang mana), dia pergi; dia menanyakan tentang nasib Asayhasetthi di alam selanjutnya dengan mengatakan, ‘Dia berakhir di tempat tujuan seperti apa?’
22 Makhluk yang dapat menahan apa yang berada di luar daya tahan (asayhasahino): dia adalah orang yang menahan apa yang berada di luar daya tahan sehubungan dengan tanggung jawabnya52 sebagai orang kaya dalam hal kedermawanan53 dsb. yang tidak akan dapat ditahan, ditanggung, oleh orang lain yang kikir dan dikuasai oleh keserakahan. Angirasa (Angirasassa): (dia) yang kaki tangannya (anga) memancarkan kegemerlapan, rasa, 54 merupakan ungkapan perumpamaan untuk ‘kecemerlangan’. Dikatakan bahwa ketika dia melihat para pengemis datang maka di dalam dirinya muncullah sukacita dan kebahagiaan yang tertinggi dan kulit tubuhnya pun bersinar. Dia berbicara dengan cara ini karena telah melihat hal ini sendiri.55 Kedatangan dan kepergian (gatim agatim va): aku tidak mengetahui kepergiannya,56 yaitu bahwa dia telah pergi dari sini menuju ke alam ini atau itu, tidak juga kedatangannya, yaitu, bahwa dia telah datang ke sini dari tempat itu di suatu waktu tertentu – hal ini tidak berada di dalam kekuasaanku. Tetapi aku telah mendengar di hadapan Vessavana (sutañ ca me Vessavanassa santike): walaupun demikian aku telah mendengar hal ini di hadapan Raja Agung Vessavana ketika aku melayaninya. Bahwa Asayha telah pergi bergabung dengan Sakka (Sakkassa sahavyatam gato Asayho): Asayhasetthi telah masuk bergabung dengan kelompok Sakka, raja57 para dewa, yang berarti dia telah muncul di alam Tiga-puluh-tiga Dewa.
23 Melakukan tindakan-tindakan yang baik itu saja sudah cukup (alam eva katum kalyanam): adalah pantas dan menyenangkan bila melakukan apa pun yang merupakan tindakan yang baik, terampil dan berjasa. Tetapi -untuk menunjukkan bahwa dalam hubungan ini ada yang mudah dan terbuka bagi semuanya- kemudian dikatakan, ‘Dan memberikan dana yang sesuai’. Cukuplah bila seseorang memberikan dana sesuai dengan kekuatan dan sarana seseorang. Kemudian dia menyebutkan alasannya: setelah melihat tangan yang mengabulkan keinginan ini (panikamadadam disva): dengan sekadar memberitahukan tempat tinggal master dalam praktek memberi -setelah sebelumnya bersukacita pada tindakan berjasa yang dilakukan oleh orang lain- maka dapatlah dilihat tangan yang dapat mengabulkan keinginan ini. Setelah melihat hal ini [123] siapakah yang tidak mau melakukan tindakan-tindakan berjasa? (ko puññam na karissati): seperti diriku, siapa yang tidak mau melakukan tindakan-tindakan berjasa yang akan menjadi penopang seseorang (di dalam kehidupan mendatang)? Setelah menunjukkan rasa hormatnya atas pelaksanaan tindakan berjasa dengan cara yang kabur ini, dia sekarang mengucapkan dua bait syair yang bermula dengan: ‘Ketika saya (telah pergi dari sini)’ yang menunjukkan komitmen dirinya sendiri.
24 Di sini, saya: so=so aham (bentuk tata bahasa alternatif). Hi (tidak diterjemahkan) merupakan partikel seru. Kalau demikian (muna)58 adalah partikel refleksi. Setelah (saya) pergi dari sini (ito gantva): ketika saya telah meninggalkan daerah gurun ini. Dan telah kembali ke Dvaraka (anuppatvana Dvarakam): dan telah kembali ke kota Dvaravati. Saya akan menyediakan (patthapayissami): saya akan memberikan. Yakkha itu sangat bergembira ketika Ankura bersumpah bahwa dia akan memberikan dana. Dan yakkha itu mendorongnya dalam tindakan-tindakan kedermawanan sambil berkata, ‘Engkau harus memberikan dana dengan bebas, tuanku yang baik. Aku akan membantumu59 dengan cara mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga persembahan jasamu tidak akan habis.’ (Sambil berpaling kepada brahmana itu, dia melanjutkan,) ‘Sedangkan engkau, pedagang brahmana, tidak mengetahui kemampuanmu sendiri ketika mengatakan ingin membawa makhluk seperti aku secara paksa’. Dan setelah membuat barang-barangnya lenyap, yakkha itu menakut-nakuti brahmana itu dengan mengancam akan menyakitinya dengan serangan yakkha.60 Ankura kemudian memohon padanya dengan berbagai cara, serta menenangkan yakkha itu dengan membuat brahmana itu minta maaf dan (dengan demikian) semua barang-barangnya pun dikembalikan. Saat malam menjelang, Ankura pamit pada yakkha itu. Ketika melanjutkan perjalanannya, tidak jauh dari situ dia melihat makhluk peta yang terlihat amat menjijikkan. Dia mengeluarkan syair ini untuk menanyakan tentang tindakan yang telah dilakukannya:
26. ‘Oleh sebab apakah maka kaki-tanganmu61 bengkok dan wajahmu tertekuk tak karuan, dan (mengapa) matamu menetes? Perbuatan jahat apa yang dahulu dilakukan olehmu?’
26 Di sini, bengkok (kuna): tidak lurus. Tertekuk tak karuan (kunalikatam): bengkok, cacat,62 dengan seringai. Menetes (paggharanti): mengalirkan kotoran.63
Peta itu kemudian menyampaikan tiga syair:
27. [124] ‘Saya dahulu bertanggung jawab atas dana di rumah dana Angirasa, perumah tangga yang senang tinggal di rumah dan manusia yang memiliki keyakinan.
28. Ketika saya melihat pengemis di sana yang datang karena butuh makanan, saya melangkah ke satu sisi dan menekuk wajahku.
29. Oleh karena itulah kaki-tanganku bengkok dan wajahku tertekuk; (inilah sebabnya) mataku menetes – inilah tindakan jahat yang telah dilakukan olehku’.
27 Di sini, Angirasa (Angirasassa) dan seterusnya: dia memuji Asayhasetthi dengan (sifat-sifat) ini. Senang tinggal di rumah (gharam esino): orang yang betah di rumah, berdiam di rumah. Di rumah dana (danavissagge): di rumah tempat dana diberikan, di tempat pembagian. Saya dahulu bertanggung jawab atas dana (dane adhikato ahum): saya bertugas memberikan dana, mengatur pembagian persembahan jasa.
28 Saya melangkah ke satu sisi (ekamantam apakkamma): ketika melihat pengemis yang datang karena butuh makanan, petugas yang mengawasi dana tidak boleh meninggalkan rumah tempat dana-dana itu diberikan. Dia harus tetap berada di tempat itu. Dan dengan penuh sukacita dan kebahagiaan serta rona wajah yang jernih, dia seharusnya memberikan dana-dana itu dengan tangannya sendiri atau menyuruh orang lain agar memberikan secara pantas. Tetapi saya tidak melakukan dengan cara ini – ketika dari jauh saya melihat pengemis datang, saya melangkah ke samping dan bersembunyi. Setelah melangkah (ke samping), saya menekuk wajahku, saya menunjukkan rasa tidak suka dan menyeringaikan wajahku.
29 Oleh karena itulah (tena): sejak, selama periode saya ditunjuk oleh master itu untuk mengatur pemberian dana, saya menderita kekikiran ketika tiba waktunya memberikan dana itu. Dan sejak saya meninggalkan rumah tempat dana itu diberikan, saya telah memperoleh64 kaki yang bengkok ini; (karena) saya gagal memberikan apa yang seharusnya saya berikan dengan tanganku sendiri, saya memperoleh64 tangan yang bengkok ini, (karena saya gagal mempertahankan) ciri-ciri bersih yang seharusnya saya miliki,65 saya telah memperoleh64 wajah yang tertekuk ini; (sedangkan melalui kegagalan saya melihat) dengan mata penuh kasih sayang yang seharusnya saya lakukan pada waktu itu, saya membangkitkan66 kaburnya pandangan ini. Oleh karena itulah jari-jari tanganku [125] dan jari-jari kakiku menjadi bengkok dan cacat, wajahku tertekuk, memiliki penampilan67 yang tidak sedap dipandang serta menyeringai, dan mataku meneteskan air mata yang kotor, berbau busuk, menjijikkan68 – beginilah artinya.
Oleh karena inilah dia mengatakan:
30. ‘Oleh karena itulah kaki-tanganku bengkok dan wajahku tertekuk; (inilah sebabnya) mataku menetes – inilah tindakan jahat yang telah dilakukan olehku.’
Ketika mendengar hal ini, Ankura mengucapkan syair untuk menegur keras peta itu:
31. ‘Sudah sepantasnya, wahai engkau manusia kacau, sudah seharusnya wajahmu tertekuk dan matamu menetes, karena engkau menekukkan wajahmu pada saat pemberian dana dilakukan oleh orang lain.’
31 Di sini, sudah sepantasnya (engkau) (dhammena): sudah merupakan penyebab yang pas.69 Engkau: te=tava (tata bahasa alternatif). Engkau manusia kacau (kapurisa): engkau manusia rendah. Karena: yam=yasma (bentuk tata bahasa alternatif). Pada saat pemberian dana dilakukan oleh orang lain: parassa danassa=parassa danasmim (bentuk tata bahasa alternatif), atau, pilihan lain, hanya inilah bacaannya.
Ankura, master dalam praktek memberi, sekali lagi mengucapkan syair yang menegur keras pedagang kaya tersebut :
32. ‘Bagaimanakah orang bisa menggantungkan pada yang lain ketika memberikan dana makanan dan minuman, makanan keras, pakaian dan tempat tinggal?’
32 Beginilah artinya: ketika memberikan dana, bagaimana mungkin seseorang menggantungkan pada yang lain, menyuruhnya dilaksanakan dan dipengaruhi oleh yang lain? Dia sendiri harus mengurusnya secara pribadi dan harus memberikannya dengan tangannya sendiri. Dia sendirilah yang seharusnya mengawasi. Kalau tidak demikian, persembahan jasanya akan hancur di tempat yang tidak cocok,70 sementara mereka yang pantas memperoleh dana akan tersia-sia kelaparan.71
[126] Ketika telah menegur keras pedagang itu demikian, dia mengucapkan syair yang menunjukkan72 arah tindakan yang akan diambilnya:33. Ketika saya telah pergi dari sini pada waktunya, dan telah kembali ke Dvaraka, saya akan menyediakan dana yang akan memberiku kebahagiaan.
34. Saya akan memberikan makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal, tempat-tempat minum di pinggir jalan, sumur dan jembatan di tempat-tempat yang sulit diseberangi.’
Artinya sudah diberikan di atas.
Keempat syair ini kemudian diselipkan oleh mereka yang mengulang teks untuk menunjukkan bagaimana Ankura bertindak.
35. ‘Ketika dia telah berbalik dari sana dan telah kembali ke Dvaraka, Ankura menyediakan dana yang akan memberinya kebahagiaan.
36. Dia memberikan makanan dan minuman, pakaian dan tempat tinggal, tempat-tempat minum di pinggir jalan, sumur dan jembatan-jembatan di tempat yang sulit diseberangi.
37. “Siapa yang kelaparan? Dan siapa yang kehausan? Siapa yang mau mengenakan73 pakaian-pakaian ini? Ternak siapa yang kelelahan? Mereka bisa mengekang satu sapi jantan yang sarat di antara sapi-sapi ini. Siapa yang ingin tempat berteduh? Dan wewangian? Siapa yang ingin bunga? Siapa yang ingin sandal?” –
38. Demikianlah para pemotong rambut, juru masak dan penjual-wewangian74 selalu berteriak di sana pagi dan petang, di tempat tinggal Ankura.’
35 Di sini, dari sana (tato): dari belantara padang pasir. Ketika dia telah berbalik (nivattitva): ketika dia telah balik lagi. Dan telah kembali ke Dvaraka (anuppatvana Dvarakam): dan telah kembali ke kota Dvaravati. Ankura menyediakan dana (danam patthayi Ankuro): Ankura mengadakan pemberian dana besar-besaran dengan apa pun yang diperlukan di sepanjang jalan dari gudang penyimpanan, yang terus dibuat penuh oleh yakkha itu. Yang akan memberinya kebahagiaan (yam tam assa sukhavaham): yang akan menghasilkan kebahagiaan bagi dia, di masa kini75 maupun di masa depan.
37 Siapa yang kelaparan? (ko chato): biarlah siapa pun yang ingin makan datang untuk makan apa pun yang disukainya – beginilah artinya yang berlaku untuk bagian lain juga. Kehausan (tasito): [127] haus. Mau mengenakan (paridahissati) artinya mau berpakaian dan memakai.76 Kelelahan (santani): berada dalam keadaan capek. Ternak (yoggani): sapi-sapi jantan yang sarat, yang diikatkan ke kereta.77 Mereka bisa mengekang satu sapi jantan yang sarat di antara sapi-sapi ini (ito yojentu vahanam): mereka boleh mengambil sapi jantan penarik beban mana pun yang mereka suka dari kelompok ternak di sini dan memasang tali kekangnya. Siapa yang ingin tempat berteduh? (ko chatt’icchati): biarlah siapa pun yang ingin terhindar dari terik matahari karena harus bergegas dan sebagainya mengambil ini – beginilah artinya yang berlaku untuk bagian lain juga. Wewangian (gandham): parfum yang dibuat dari empat bahan wewangian dan sebagainya.78 Bunga (malam): berbagai macam bunga yang dirangkai menjadi satu dan bunga-bunga yang tidak terangkai79. Sandal (upahanam): berbagai macam sandal yang bagian tumitnya tertutup, dan sebagainya.80
38 Demikianlah (iti su): su (tidak diterjemahkan) hanyalah sekadar partikel. (Demikianlah mereka berteriak), yang artinya: ‘Siapa yang kelaparan? Siapa yang kehausan?’ dan seterusnya. Para pemotong rambut (kappaka): pelayan-pelayan waktu mandi.81 Juru masak (suda): mereka yang menyiapkan makanan. Penjual-wewangian (Magadha): mereka yang berurusan dengan wewangian. Selalu (sada): sepanjang waktu, hari demi hari -baik pagi maupun petang- mereka meneriakkan, memanggil, di tempat tinggal Ankura itu – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Bersama lewatnya waktu dengan pemberian dana besar-besaran ini, rumah tempat hadiah-hadiah itu diberikan menjadi (hanya) kadang-kadang82 dan tak sering (dikunjungi) oleh mereka yang bepergian karena kejenuhan. Melihat hal ini, Ankura menjadi tidak puas – karena niatnya yang tinggi untuk memberikan dana. Dia kemudian memanggil seorang pemuda bernama Sindhaka, yang dia tunjuk83 sehubungan dengan pemberian dana itu, dan mengucapkan dua syair ini:
39. “Ankura tidur dengan mudah” – demikian orang-orang mempercayaiku; saya sulit tidur, Sindhaka, karena saya tidak melihat pengemis.
40. “Ankura tidur dengan mudah” – demikian orang-orang mempercayaiku; (tetapi), Sindhaka, saya sulit tidur, karena para kelana sedikit sekali.
39 Di sini, ‘Ankura tidur dengan mudah’ – demikian orang-orang mempercayai (sukham supati Ankuro iti janati mam jano): ‘Ankura yang mulia84 yang diberkahi kemashyuran dan kekayaan, master dalam praktek memberi, karena telah memperoleh kekayaan dan berhasil memberikan dana, dapat tidur dengan mudah, [128] dia jatuh tertidur dengan mudah dan bangun dengan mudah’ – demikian orang-orang memandang saya. Saya sulit tidur, Sindhaka (dukkham supami Sindhaka): tetapi saya sulit tidur, Sindhaka. Mengapa? Karena saya tidak melihat pengemis (yam na passami yacake): karena saya tidak melihat pengemis yang menerima dana persembahan-jasaku – sebanyak yang saya inginkan, berarti itulah penyebabnya.
40 Para kelana sedikit sekali (appake su vanibbake): karena para kelana amat sedikit dan jarang, saya sulit tidur – beginilah hal ini harus ditafsirkan. Su (tidak diterjemahkan) hanyalah partikel, artinya karena hanya ada sangat sedikit kelana.
Ketika mendengar ini, Sindhaka – yang ingin lebih mengetahui kecenderungan Ankura yang tinggi pada kedermawanan – mengucapkan syair ini:
41. ‘Seandainya Sakka, raja dari alam Tiga-puluh-tiga Dewa dan raja semua alam, ingin memberikan kepadamu satu hadiah, bila memilih, hadiah apa yang akan engkau pilih?’
41 Beginilah artinya: seandainya Sakka, raja para dewa85 dari alam Tiga-puluh-tiga dan juga dari semua alam, akan memberimu, pasti memberikan kepadamu suatu hadiah sambil berkata, ‘Pilihlah hadiah apa pun yang engkau inginkan, Ankura’, maka ketika memilih, ketika berharap,86 hadiah apa, hadiah macam apa yang mungkin engkau pilih?
Ankura kemudian mengucapkan dua syair yang sungguh-sungguh menyatakan niatnya:
42 – 43. ‘Seandainya Sakka, raja dari alam Tiga-puluh-tiga, akan memberikan kepadaku satu hadiah, maka saya akan memilih hadiah dari Sakka itu demikian: bahwa ketika saya bangun di pagi hari pada saat matahari terbit, akan muncul makanan surgawi dan para pengemis yang luhur, bahwa ketika saya sedang memberi, mereka tidak akan habis, bahwa setelah memberi, saya tidak akan merasa menyesal dan bahwa hatiku harus dipenuhi bakti pada waktu memberi.’
42 – 43 Di sini, ketika saya bangun (kalutthitassa me satto): ketika saya bangun di pagi hari, penuh dengan energi dan semangat untuk menghormati dan melayani mereka yang pantas memperoleh dana dan sedang membutuhkan. [129] Pada saat matahari terbit (suriyuggamanam pati): pada saat matahari muncul. Akan muncul makanan surgawi (dibba bhakkha patubhaveyyum): akan muncul makanan yang menjadi makanan alam dewa. Dan para pengemis yang luhur (silavanto ca yacaka): dan akan ada pengemis-pengemis luhur yang memiliki sifat yang baik. Ketika saya sedang memberi, mereka tidak akan habis (dadato me na khiyetha): sementara saya memberi kepada semua pendatang, persembahan jasaku tidak akan habis, tidak akan berakhir. Setelah memberi, saya tidak akan merasa menyesal (datva nanutappeyyaham): setelah saya memberikan dana yang harus diberikan, saya tidak akan merasa menyesal ketika menemukan seseorang yang tidak pantas (memperoleh dana itu). Hatiku harus dipenuhi bakti pada waktu memberi (dadam cittam pasadeyyam): hatiku harus berbakti ketika saya memberi, saya memberi dengan bakti di hati. Saya akan memilih hadiah dari Sakka itu demikian (evam Sakkavaram vare): saya akan memilih hadiah berunsur lima dari Sakka, raja para dewa, demikian: berkah kesehatan yang baik, berkah persembahan-jasa, berkah dari mereka yang pantas memperoleh dana, berkah persembahan-jasa yang tak terbatas dan berkah menjadi pendana mereka. Dalam hal ini, (yang dimaksud) dengan ‘ketika saya bangun’ adalah berkah kesehatan yang baik; dengan ‘akan muncul makanan surgawi’ adalah berkah persembahan-jasa; dengan ‘para pengemis yang luhur’ adalah berkah dari mereka yang pantas memperoleh dana; dengan ‘ketika saya memberi, mereka tidak akan habis’ – adalah berkah dari persembahan-jasa yang tanpa batas; dan dengan ‘setelah memberi, saya tidak akan merasa menyesal dan bahwa hatiku harus dipenuhi bakti pada waktu memberi’ – adalah berkah menjadi pendana mereka. Lima hal ini diinginkan karena bisa merupakan hadiah;87 ringkasnya, hal-hal ini harus dipahami88 sebagai tujuan bagi tindakan-tindakan berjasa berdasarkan perbuatan memberi yang bernilai tinggi itu.
Setelah Ankura menyatakan niatnya demikian, seseorang bernama Sonaka, yang duduk di sana dan yang terlatih dalam kebiasaan yang berhati-hati, mengucapkan dua syair untuk mencegah agar Ankura tidak memberi secara berlebihan:
44. ‘Orang tidak seharusnya memberikan semua harta bendanya demi orang lain; orang harus sekaligus memberikan dana dan melindungi kekayaannya sendiri. [130] Oleh karenanya, kekayaan adalah lebih baik daripada memberi – keluarga bisa lenyap karena perbuatan memberi secara berlebihan.
45. Bukannya gagal memberi dan bukan pula memberi secara berlebihan yang dipuji oleh para bijaksana. Oleh karenanya, kekayaan adalah lebih baik daripada memberi; orang seharusnya menjalankannya dengan jalan tengah – beginilah cara orang-orang yang mantap’.
Karena ingin memberikan ujian89 kepada Ankura, Sindhaka kemudian mengucapkan sekali lagi89 (syair-syair) yang bermula dengan: ‘(Orang) tidak seharusnya (memberikan) semua harta bendanya’.
44 Di sini, semua harta bendanya (sabbavittani):91 semua harta dan sarana seseorang – baik yang hidup maupun yang mati, yang berarti harta kekayaannya. Demi orang lain: pare=paramhi (bentuk tata bahasa alternatif), yang berarti atas nama orang lain (parassa). Orang tidak seharusnya memberikan (na pavecche): orang tidak seharusnya memberikan sambil berpikir, ‘Sudah tersedia mereka yang pantas memperoleh dana’, sementara tidak menahan apa pun, berarti orang tidak seharusnya melakukan pengorbanan dengan semua harta kekayaannya. Orang harus sekaligus memberikan dana (dadeyya danañ ca): orang tidak boleh membuat segalanya menjadi benda untuk diberikan sebagai dana; lebih jauh lagi orang harus memberikan dana sesuai dengan sarana seseorang setelah mengetahui penghasilan dan pengeluarannya. Dan melindungi kekayaannya (danañ ca rakkhe): orang seharusnya menjaga kekayaannya sendiri dengan cara mencari apa yang belum diperoleh, dengan cara menjaga apa yang telah diperoleh dan dengan cara mengamankan apa yang telah dilindungi; atau pilihan lain, orang harus melindungi kekayaannya dengan cara berikut ini, yang merupakan landasan dalam memberikan dana:
‘Satu (perempat) bagian dari harta seseorang seharusnya dinikmati; dua (perempat) harus digunakan untuk bekerja; sementara seperempat bagian lagi harus disimpan. Kalau tidak demikian, dia akan berada di dalam kesulitan.’*92
Sesungguhnya tiga jalan ini harus diikuti dengan perubahan sesuai dengan hukum. Oleh karenanya (tasma): karena ketika melindungi kekayaannya dan ketika memberikan dana, orang bertindak untuk manfaatnya sendiri di dua alam93 dan karena berdana didasarkan pada kekayaan, maka kekayaan adalah lebih baik, lebih tinggi, daripada memberi, dan memberi secara berlebihan tidak seharusnya dijalankan – beginilah artinya. Untuk alasan inilah dia berkata, keluarga bisa lenyap karena perbuatan memberi secara berlebihan (atippadanena kula na honti): keluarga bisa lenyap, tidak lagi berlangsung (ada), berarti mereka habis, karena adanya kemelekatan terhadap perbuatan memberi secara berlebihan bila orang tidak tahu batas kekayaan – yang menjadi penopang bagi dana itu. Dengan memberikan fakta bahwa hal ini dipuji oleh para bijaksana94 [131] dia mengucapkan syair (yang bermula dengan:) ‘Bukannya gagal memberi dan bukan pula memberi secara berlebihan.’
45 Di sini, bukannya gagal memberi dan bukan pula memberi secara berlebihan (adanam atidanañ ca): bukannya sama sekali tidak memberi bahkan segenggam beras atau sesendok makanan, dan bukan pula memberi secara berlebihan itulah yang disebut kedermawanan yang lewat-batas, yang dipuji, yang disambut, oleh para bijaksana yang memiliki pandangan terang dan di dalam diri mereka kebijaksanaan telah muncul. Melalui kegagalan total dalam memberi, orang sungguh-sungguh tersingkir dari kesejahteraan di alam berikutnya, sedangkan dengan berdana secara berlebihan garis keluarga seseorang tidak dapat berlanjut dalam kehidupan ini juga. Orang seharusnya menjalankannya dengan jalan tengah (samena vatteyya): bijaksana dalam cara-cara duniawi, demikian orang seharusnya mengikuti – tanpa cela95 – jalan tengah dengan menghindari kedua ekstrim itu.96 Beginilah cara orang-orang yang telah mantap (sa dhiradhammo): mengenai hal memberi (secara berlebihan) dan gagal memberi yang telah disebutkan sebelumnya97, beginilah cara orang-orang yang telah mantap, atau mereka yang telah kokoh dan terampil dalam perilaku yang benar dan sikap yang baik – dia menjelaskan bahwa inilah jalan yang telah mereka jalani.
Ketika mendengar hal ini, Ankura menyatakan garis tindakan yang akan diambilnya melalui empat syair (yang mencoba) membuatnya berubah pikiran:
46. ‘Sungguh, tuan, saya lebih senang bila saya terus memberi dan bila manusia-manusia sejati yang mulia terus bergaul dengan saya – bagaikan awan yang mengisi dataran rendah saya akan memuaskan semua kelana.
47. Bila seseorang melihat pengemis, warna kulitnya menjadi bersinar dan bila dia telah memberi, dia bergembira – inilah kebahagiaan bagi orang yang berdiam di rumah.
48. Bila seseorang melihat pengemis, warna kulitnya menjadi bersinar dan bila dia telah memberi, dia bergembira – inilah pelaksanaan pengorbanan yang berhasil.98
49. Persis sebelum memberi, orang harus bahagia; ketika memberi, hatinya harus penuh bakti; sedangkan ketika telah memberi, dia harus bergembira – inilah pelaksanaan pengorbanan yang berhasil.’
46 Di sini, sungguh saya lebih senang (aho vata): sungguh hal itu adalah baik. Tuan (re) adalah bentuk sapaan. Bila saya terus memberi: aham eva dajjam=aham dajjam eva (bentuk tata bahasa alternatif). Beginilah artinya secara ringkas di sini: [132] bahkan sekalipun jika, seperti yang dikatakan, ini adalah pandangan99 mereka yang terampil di dalam kesopanan, bahwa kekayaan lebih baik daripada memberi, saya tetap lebih suka terus memberi saja. Dan bila manusia-manusia sejati yang mulia terus bergaul dengan saya (santo ca mam sapurisa bhajeyyum): dan pada waktu saya memberi itu, manusia-manusia sejati yang tenang dan luhur serta mulia dengan perilaku (yang baik) lewat tubuh, ucapan dan pikiran pun bergaul dengan saya, mendekat saya. Bagaikan awan yang mengisi dataran rendah (megho100 ‘va ninnam paripurayanto): dan sungguh saya akan lebih senang bila dapat memuaskan mereka, memenuhi101 keinginan-keinginan semua kelana bagaikan awan besar yang mencurahkan hujan di dataran rendah, di tempat-tempat yang terletak di bawah.
47 Bila seseorang melihat pengemis (yassa yacanake nisva): bila dia melihat pengemis, warna kulit orang yang mencintai-rumah akan menjadi bersinar dan keyakinannya muncul ketika berpikir, ‘Menunggu mereka pada saat yang paling awal benar-benar akan merupakan ladang jasa bagiku’, sedangkan ketika dia telah memberikan dana kepada mereka sesuai dengan sarananya maka dia bergembira, hatinya dipenuhi sukacita dan kebahagiaan. Inilah (tam):102 ketika melihat para pengemis di sini, ketika muncul bakti di dalam hati, dan ketika muncul kegembiraan setelah memberikan dana yang sesuai.
48 Inilah pelaksanaan pengorbanan yang berhasil (esa yaññassa sampada): inilah prestasi, pencapaian, dari pengorbanan, yang berarti kelengkapannya.103
49 Persis sebelum memberi, orang harus bahagia (pubbe ‘va dana sumano): persis sebelum (dana), sejak saat mempersiapkan bahan-bahan dana dan seterusnya, orang harus bahagia, orang harus dipenuhi kebahagiaan karena ada niat memberikan104 (dana itu) sambil berpikir, ‘Saya akan membuat timbunan yang akan mengikutiku sebagai fondasi keagunganku di alam berikutnya.’105 Ketika memberi, hatinya harus penuh bakti (dadam cittam pasadaye): ketika memberi, ketika menempatkan persembahan jasa di tangan orang yang pantas memperolehnya,106 hati si pemberi harus dipenuhi bakti sambil berpikir, ‘Dari kekayaan yang tidak ada nilainya saya melakukan persembahan yang bernilai.’ Sedangkan ketika telah memberi, dia harus bergembira (datva attamano hoti): sedangkan ketika orang telah memberikan persembahan-persembahan jasa kepada mereka yang pantas memperoleh dana, dia bergembira, sangat senang, dipenuhi sukacita dan kebahagiaan karena berpikir, ‘Saya telah melaksanakan apa yang dinyatakan oleh para bijaksana. O, ini bagus, ini luar biasa!’ Inilah pelaksanaan pengorbanan yang berhasil (esa yaññassa sampada): [133] terpenuhinya tiga niat yang secara bahagia dipegang dan dibarengi dengan suatu keyakinan107 pada buah dari tindakan -yaitu niat sebelum, selama dan setelah menyerahkan (pemberian)- inilah pelaksanaan yang berhasil, pencapaian yang berhasil, dari pengorbanan; bukan sebaliknya – beginilah artinya.
Setelah Ankura menyatakan garis tindakan yang akan diambilnya hari demi hari, yaitu tetap mempertahankan pemberian dana yang besar, niatnya untuk memberi menjadi makin meningkat. Karena hal ini, seluruh kerajaan pada saat itu menyisihkan pekerjaannya untuk perayaan-perayaan.108 Ketika dana besar-besaran itu sedang berlangsung, orang-orang yang telah menerima semua sarana kehidupan yang diperlukan itu pun meninggalkan pekerjaan mereka dan berkelana kian kemari dengan gembira dan senang. Karena itu, gudang harta kerajaan menjadi kosong dan raja-raja pun mengirimkan utusan kepada Ankura untuk mengatakan, ‘Karena danamu, tuan, ekonomi kami hancur dan gudang harta kami menjadi kosong. Engkau harus belajar (batas) yang benar (untuk memberikan dana).’
Ketika mendengar hal ini, Ankura pergi ke Dakkhinapatha109. Di daerah Tamil dia menyuruh membangun sejumlah besar aula dana di tempat yang tidak jauh dari laut dan dengan mempertahankan pemberian dana besar-besaran, dia menetap di sana selama sisa hidupnya. Ketika tubuhnya hancur setelah kematian, dia terlahir di Alam Tiga-puluh-tiga. Mereka yang mengulang teks menyampaikan syair-syair ini untuk menunjukkan keagungan dana-dananya dan kemunculannya di alam surgawi.
50. ‘Enam puluh ribu kereta penuh makanan diberikan terus-menerus kepada orang-orang di kediaman Ankura yang memiliki mata bagi tindakan-tindakan yang berjasa.
51. Tiga ribu juru masak,110 yang berhiaskan anting-anting permata, yang mengawasi dana-dana untuk pengorbanan itu, berhutang nafkah kehidupan kepada Ankura.
52. Enam puluh ribu pria, pemuda-pemuda yang berhiaskan anting-anting permata, memotong kayu bakar pada pemberian dana besar-besaran yang dilakukan oleh Ankura.
53. [134] Enam belas ribu wanita, semuanya berhiaskan permata, menyiapkan111 berbagai (bahan makanan) pada pemberian dana besar-besaran yang dilakukan oleh Ankura.
54. Enam belas ribu (wanita), semuanya berhiaskan permata, berdiri siap dengan sendok di tangan pada pemberian dana besar-besaran yang dilakukan oleh Ankura.
55. Ksatria ini memberikan dalam jumlah besar kepada banyak orang, dia memberi dalam jangka waktu yang lama, dengan seksama, dengan perhatian yang benar dan dengan tangannya sendiri, berkali-kali.
56. Ankura mempertahankan pemberian dananya yang besar dalam jangka waktu yang lama, selama banyak jangka-dua-mingguan dan bulan, (selama banyak) musim dan tahun.
57. Ketika Ankura telah memberikan dan melaksanakan pengorbanan-pengorbanan dalam jangka waktu yang lama demikian itu, dia meninggalkan tubuh manusianya dan mencapai Alam Tiga-puluh-tiga Dewa.’
50 Di sini, enam puluh ribu kereta penuh: satthivahasahassani=vahanam satthisahassani (ketentuan gabungan): makanan -sebanyak enam puluh ribu kereta yang penuh beras harum yang telah dibuang kulitnya, dan sebagainya- diberikan terus-menerus, hari demi hari, kepada orang-orang, kepada kelompok-kelompok makhluk, di tempat kediaman Ankura yang memiliki mata bagi perbuatan-perbuatan berjasa, yang berniat memberi, yang cenderung memberi – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
51 Tiga ribu juru masak (tisahassani suda hi): sebanyak tiga ribu juru masak menyiapkan makanan. Dan yang diacu (di sini) hanyalah kepala koki – harus dipahami bahwa masing-masing memiliki banyak bawahan untuk mengerjakan perintah mereka. Di sini, beberapa terbaca tisahassani sudanam (bentuk tata bahasa alternatif). Berhiaskan anting-anting permata (amuttamanikundala): mengenakan berbagai permata dan anting-anting yang penuh hiasan. Tetapi itu hanyalah sekadar contoh, karena mereka juga berdandan, mengenakan gelang dan korset dan sebagainya. Berhutang nafkah kehidupan kepada Ankura (Ankuram upajivanti): mereka hidup bergantung pada Ankura, yang berarti mereka bergantung padanya untuk kehidupan mereka. Yang mengawasi dana-dana untuk pengorbanan itu (dane yaññassa vyavata): [135] yang masuk dengan penuh keinginan untuk mengawasi dana-dana itu, pada tindakan pengorbanan, untuk yang disebut Pengorbanan Besar112.
52 Pemuda-pemuda memotong kayu bakar (katthaj phalenti manava): para pemuda yang berpakaian lengkap dan berhias memotong dan membelah kayu bakar untuk memasak makanan-makanan eksklusif -baik makanan keras maupun lunak dan sebagainya.
53 Berbagai (bahan makanan) (vidha): bumbu-bumbu yang direkomendasikan sebagai tambahan yang cocok untuk makanan. Menyiapkan (pindenti): dicampur dengan cara menumbuknya menjadi satu.
54 Dengan sendok di tangan (dabbigaha): dengan sendok lauk di tangan. Berdiri siap (upatthita): mereka pergi dan berdiri di tempat makanan disajikan.
55 Dalam jumlah besar (bahum): berjumlah besar, melimpah. Kepada banyak orang (bahunam): kepada jumlah yang tak terhitung. Memberi (padasi): memberi dengan berbagai cara. Dalam jangka waktu yang lama (ciram): lama sekali; dia terlahir ketika masa hidup manusia adalah 20.000 tahun,113 memberi banyak kepada banyak orang selama waktu itu. Untuk menunjukkan cara dia memberi, maka dikatakan ‘dengan perhatian yang benar’ dan seterusnya. Di sini, dengan perhatian yang benar (sakkaccam): dengan hormat,114 diberikanlah barang yang diinginkan115 dan tanpa merendahkan. Dengan tangannya sendiri: sahathta=sahatthena (bentuk tata bahasa alternatif); tidak hanya lewat perintah. Dengan seksama (cittim katva):116 dia menghormati (mereka) dengan buah-pikir yang cenderung menghormat dan menjunjung tinggi. Berkali-kali (punnappunam): banyak kali; dia tidak melakukannya hanya satu kali atau hanya pada beberapa kesempatan, dia memberi pada kesempatan-kesempatan yang tak terhitung banyaknya – beginilah hal ini harus ditafsirkan. Dengan tujuan untuk menjelaskan secara persis apa yang berulang-ulang dilakukannya maka mereka menyampaikan syair (yang bermula dengan:) ‘(Ankura mempertahankan pemberian dana besar-besaran dalam jangka waktu yang lama,) selama banyak (jangka-dua-mingguan dan) bulan.’
56 Di sini, selama berbulan-bulan (bahumase): selama banyak dan tak terhitung banyaknya bulan, yang bermula dengan bulan Citta.117 Banyak jangka-dua-mingguan (pakkhe):118 selama banyak masa dua-mingguan, bulan terang dan gelap (dari bulan itu). (Selama banyak) musim dan tahun (utusamvaccharani ca): selama banyak musim seperti misalnya musim semi dan musim panas dan sebagainya dan selama bertahun-tahun, masing-masing bermula dengan bulan Citta; ini seluruhnya merupakan bentuk akusatif dalam pengertian periode waktu yang terus-menerus. Selama waktu yang lama (digham antaram): lama sekali. Setelah menjelaskan bahwa ‘dia memberi dalam jangka waktu yang lama’ yang berarti dia mempertahankan pemberian dana itu selama jangka waktu yang lama, kemudian (syair) yang bermula dengan: ‘(Ankura mempertahankan pemberian dana besar-besaran dalam jangka waktu yang lama,) selama banyak (jangka-dua-mingguan dan) bulan’ itu diulang untuk menekankan bahwa dia mempertahankan hal ini tanpa terputus – [136] beginilah hal ini harus ditafsirkan.
57 Demikian (evam): dengan cara yang disebutkan. Telah memberikan dan melaksanakan pengorbanan-pengorbanan (datva yajitva ca): ini adalah satu dan artinya pun sama;119 telah memberikan melalui persembahan-persembahan jasa kepada mereka yang pantas. menerima dana (dan), sekali lagi, melaksanakan pengorbanan melalui Pengorbanan Besar, yaitu memberi kepada semua yang membutuhkan sebanyak yang mereka inginkan dengan cara yang disebutkan, yaitu, ‘(ksatria ini) memberikan dalam jumlah besar kepada banyak orang’. Dia meninggalkan tubuh manusianya dan mencapai Alam Tiga-puluh-tiga Dewa (so hitva manussam deham Tavatimsupago ahu): di akhir hidupnya Ankura meninggalkan keadaan manusia dan mencapai kelompok dewa di Alam Tiga-puluh-tiga melalui kelahiran ulang. Sementara dia menikmati keelokan surgawi setelah lahir di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa, di masa Sang Buddha itu ada seorang anak muda bernama Indaka. Dengan bakti di hatinya, Indaka memberikan sesendok120 dana makanan kepada Yang Mulia Anurudha Thera ketika beliau berkelana mengumpulkan dana makanan. Pada waktunya, Indaka meninggal dan melalui keagungan tindakan berjasa yang telah dilakukannya, dia pergi ke ladang itu, di antara Tiga-puluh-tiga dewa sebagai devaputta yang memiliki keagungan yang besar dan kesaktian yang hebat, dengan sinarnya yang gemerlap dan mengalahkan devaputta Ankura dalam sepuluh atribut penampilan surgawi dan sebagainya. Untuk alasan inilah dikatakan:
58. ‘Setelah memberikan sesendok makanan kepada Anurudha, Indaka meninggalkan tubuh manusia dan mencapai Alam Tiga-puluh-tiga Dewa.
59. Dalam sepuluh hal Indaka mengalahkan Ankura: dalam penampilan, suara, citarasa, keharuman, dan sentuhan (yang semuanya) menyenangkan bagi pikiran,
60. Dalam panjangnya kehidupan dan kemashyuran, dalam warna kulit, kebahagiaan dan kekuasaan – (demikian) Indaka mengalahkan Ankura.’
59 Di sini, dalam penampilan (rupe): dalam hal penampilan, yang berarti sehubungan dengan keelokan penampilannya. Suara (sadde) dan sebagainya: hal yang sama berlaku juga di sini.
60 Dalam panjangnya kehidupan (ayuna): dalam usia kehidupan. Tetapi, bukankah masa kehidupan para dewa121 dikatakan terbatas? Memang benar demikian, tetapi hanya sebagai peraturan umum. Sesungguhnya kematian datang pada beberapa dewa sebelum waktunya122 karena gagalnya sarana123 dan sebagainya. Tetapi Indaka akan hidup sampai akhir tiga koti dan 60.000 tahun selain itu. Untuk alasan inilah maka dikatakan bahwa dia mengalahkan panjangnya kehidupan.124 Dalam kemashyuran (yasasa): [137] dalam kehebatan jumlah pengikutnya125. Dalam warna kulit (vannena): dalam keelokan bentuk tubuh. Berkah kondisi penampilannya ini dapat ditunjukkan hanya melalui frasa ‘lewat penampilan’ (pada syair sebelumnya). Dalam kekuasan (adhipaccena): dalam keunggulan.
Sementara Ankura dan Indaka sedang menikmati keelokan surgawi setelah muncul demikian di antara Tiga-puluh-tiga Dewa, Sang Buddha, pada tahun ketujuh setelah pencerahan spiritual tertinggi Beliau, melakukan Mukjizat Ganda126 pada malam bulan purnama di bulan Asalhi127 di kaki pohon Gandamba di dekat gerbang kota Savathi. Beliau pergi pada waktunya, dengan mengambil tiga langkah,128 menuju Alam Tiga-puluh-tiga Dewa dan duduk di Batu Karang Pandukambala129 di kaki Pohon Koral130 untuk mengajarkan Abhidhamma.131 Dengan sinarnya yang cemerlang bagaikan matahari yang baru saja muncul di gunung-gunung Yugandhara,132 sinar dari tubuh Sang Buddha itu mengalahkan cemerlangnya kelompok para dewa dan Brahma yang berkumpul di sana dari sepuluh (ribu)133 sistem dunia. Beliau melihat Indaka duduk di dekatnya dan Ankura duduk duabelas yojana jauhnya. Maka Beliau mengucapkan syair ini dengan tujuan untuk menjelaskan (pentingnya) keberhasilan pencapaian mereka yang pantas memperoleh dana:
‘Suatu pemberian dana yang besar diberikan olehmu, Ankura, dalam jangka waktu yang lama. Engkau duduk terlalu jauh134 – datanglah ke hadapanku.’
Ketika mendengar ini, Ankura berkata, ‘Bhante, saya telah memberikan banyak dana persembahan jasa dalam jangka waktu yang lama. Namun walaupun saya mempertahankan persembahan jasa yang besar, karena tidak adanya keberhasilan pencapaian mereka yang pantas memperoleh dana, dana itu bagaikan benih yang ditaburkan di ladang yang tanahnya gersang, tidak ada buah yang kaya (dari sana). Sebaliknya, Indaka -walaupun (hanya memberikan) dana sesendok- karena keberhasilan pencapaian orang yang pantas memperoleh dana, maka ada hasilnya, bagaikan benih yang ditaburkan di ladang yang subur, buahnya luar biasa kaya.’ Mereka yang mengulang teks mengucapkan syair-syair ini untuk menjelaskannya:
61. ‘Ketika Sang Buddha, yang termulia di antara manusia, sedang berdiam di Batu Karang Pandukambala di kaki Pohon Koral di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa,
62. Para dewata berkumpul dari sepuluh (ribu) sistem dunia dan memberi hormat kepada Sang Buddha ketika Beliau berdiam di puncak Gunung itu.
63. Tak ada dewa yang dapat mengalahkan cemerlangnya Sang Buddha dalam penampilan – mengungguli semua dewa, Sang Buddha sendiri bersinar dengan cemerlang.
64. [138] Pada saat itu Ankura berada duabelas yojana jauhnya, sedangkan Indaka, yang lebih bersinar daripada Ankura, berada di dekat Sang Buddha.
65. Sang Buddha, ketika melihat Ankura dan Indaka, menyampaikan kata-kata ini untuk memberi penghormatan135 kepada mereka yang pantas memperoleh dana,
66. “Suatu persembahan dana yang besar telah diberikan olehmu, Ankura, dalam jangka waktu yang lama. Engkau duduk terlalu jauh – datanglah ke hadapanku.”
67. Didorong oleh Beliau yang telah berkembang, Ankura menjawab dengan mengatakan, “Apakah gunanya dana-dana itu bagiku? Dana-dana itu kosong dari mereka yang pantas memperoleh dana,
68. Sedangkan yakkha Indaka ini memberikan suatu dana yang kecil dan bersinar melebihi kami bagaikan rembulan yang melebihi kelompok bintang.
69. Sama halnya, sekalipun banyak benih ditanam di ladang yang tanahnya gersang136, benih itu tidak memberikan buah yang melimpah dan juga tidak menyenangkan si penggarap,
70. Demikian pula banyak dana, jika diberikan di antara mereka yang berperilaku buruk, tidak memberikan buah yang melimpah dan juga tidak menyenangkan si pemberi.
71. Dan sama halnya, sekalipun jika benih yang kecil, ditanam137 di ladang yang tanahnya subur dan diberi siraman air yang cocok138, buahnya menyenangkan si penggarap,
72. Demikian pula ada buah yang besar, sekalipun jika tindakan berjasa sekecil apa pun dilakukan pada mereka yang memiliki sifat keluhuran dan kualitas-kualitas yang baik.”‘
61 Di sini, di alam Tiga-puluh-tiga Dewa (Tavatimse): di Alam Tiga-puluh-tiga. Di Batu Karang Pandukambala (silayam pandukambale): ketika Sang Buddha, yang termulia di antara manusia, sedang berdiam di singgasana batu karang yang bernama Pandukambala – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
62 Para dewata berkumpul dari sepuluh (ribu) sistem dunia (dasasu lokadhatusu sannipatitvana devata): para dewata dari lingkup nafsu indera serta para dewata dari (alam-alam) Brahma semuanya berkumpul di 10.000 cakkavala, yang disebut ladang kelahiran-kembali, untuk memberi hormat kepada Sang Buddha, Sang Guru, dengan tujuan mendengarkan Dhamma. Untuk alasan inilah dikatakan: ‘Dan memberi hormat kepada Sang Buddha sementara Beliau berdiam di puncak Gunung’, yang berarti di puncak Sineru.
64 [139] Pada saat itu Ankura berada duabelas yojana jauhnya (yojanani dasa dve ca Ankuro ‘yam tada ahu): pada waktu itu, pada saat menghadap Sang Guru, Ankura yang perilakunya telah disebutkan sebelumnya, berada duabelas yojana jauhnya. Artinya, dia duduk di suatu tempat yang jaraknya duabelas yojana dari tempat duduk Sang Guru.
67 Didorong oleh Beliau yang telah berkembang (codito bhavitattena): didorong oleh Buddha Yang Sempurna, oleh Beliau yang pikirannya telah berkembang karena pengembangan jalan-jalan Ariya dan pelatihan di dalam (sepuluh) kesempurnaan.139 Syair-syair yang bermula dengan: “Apakah gunanya dana-dana itu bagiku?” diucapkan oleh Ankura sebagai jawaban terhadap Sang Guru. Di sini, dana-dana itu kosong dari mereka yang pantas memperoleh dana (dakkhineyyena suññatam): ‘Karena dana-danaku pada saat itu kosong, kurang, hampa dari mereka yang pantas memperoleh dana, maka apakah gunanya dana-dana itu bagiku?’ katanya, mencemooh tindakan-tindakan berjasa yang dilakukannya melalui berdana.
68 Yakkha (yakkho): devaputta. Memberikan: dajja=datva (bentuk tata bahasa alternatif). Bersinar melebihi kami (atirocati amhe hi): dia bersinar cemerlang melebihi sinar lainnya seperti misalnya saya; hi (tidak diterjemahkan) adalah sekadar partikel. Artinya, dia bersinar dengan cemerlang, melebihi dan mengalahkan kami. Di katakan, seperti apa? Seperti rembulan melebihi kelompok bintang.
69 Yang tanahnya gersang (ujjangale): yaitu sebidang tanah yang amat keras; beberapa mengatakan artinya ‘mengandung garam’. Ditanam (ropitam): ditebar; atau disemai, digali dan ditanam ulang. Juga tidak menyenangkan (na pi toseti): juga tidak menggembirakan; atau tidak ada sukacita yang dihasilkan melalui buahnya yang jarang.
70 Demikian pula (that’ eva): berarti seperti halnya ketika banyak benih ditanam di sebidang tanah yang gersang, tidak memberikan buah yang melimpah, tidak ada buah yang kaya, sehingga juga tidak menyenangkan si pengarap, demikian pula bahkan banyak dana, jika diberikan140 di antara mereka yang berperilaku buruk, di antara mereka yang moralitasnya kurang, tidak memberikan buah yang melimpah, juga tidak menghasilkan buah yang besar, sehingga juga tidak menyenangkan si pendana.
71 Dan sama halnya, sekalipun (jika benih yang kecil), (ditanam di ladang) yang tanahnya subur (yatha pi bhaddake): artinya harus dipahami sebagai kebalikan dari apa yang terdapat di dalam dua syair (sebelumnya) – beginilah hal ini harus dipahami. Di sini, dan diberi siraman air yang cocok (sammadharam pavecchante): dan curah hujan dikirimkan dengan tepat, artinya, ketika dewa (langit) mencurahkan hujan setiap lima, sepuluh, atau limabelas hari.
72 Yang memiliki kualitas-kualitas yang baik (gunavantesu): yang menerapkan pada diri mereka sendiri kualitas-kualitas yang baik, seperti misalnya jhana dan sebagainya. Pada mereka yang memiliki sifat (tadisu): [140] pada mereka yang telah mencapai sifat-sifat yang menyenangkan dan sebagainya. Tindakan (karam) diberi dengan pembelokan gender,141 yang berarti pelayanan. Dia mengatakan pelayanan macam apa? Pelayanan yang memberikan jasa.
Syair-syair ini disisipkan oleh mereka yang mengulang teks-teks itu:
73. ‘Dana harus diberikan dengan diskriminasi – dengan demikian apa yang diberikan akan memberikan buah yang besar. Bila dana telah diberikan dengan diskriminasi, si pendana pergi ke surga.
74. Memberi dengan diskriminasi dipuji oleh Sang Sugata.142 Apa yang diberikan kepada mereka yang pantas memperoleh dana di sini, di dunia makhluk hidup ini, akan memberikan buah yang besar seperti benih yang ditanam di ladang yang subur.’
73 Di sini, dengan diskriminasi: viceyya=vicinitva (bentuk tata bahasa alternatif): ketika orang telah memastikan lewat kebijaksanaan bahwa (si penerima dana yang dituju) merupakan ladang yang subur. Yang lain sudah cukup jelas di seluruh bagian.
Yang bermula dengan (syair): “Suatu pemberian dana besar-besaran diberikan olehmu”, cerita peta Ankura ini diungkapkan oleh Sang Guru 143 di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa di depan para dewata dari 10.000 cakkavala, dengan tujuan untuk menjelaskan (pentingnya) keberhasilan pencapaian dari mereka yang pantas memperoleh dana. Setelah Beliau mengajarkan Abhidhamma selama tiga bulan di sana, dalam rangka upacara144 Mahapavarana, maka Dewa dari para Dewa145 itu turun dari alam itu, dengan dikelilingi oleh bala tentara Dewa,146 menuju kota Sankassa.147 Pada waktunya, Beliau mencapai Savatthi, dan sementara berdiam di hutan Jeta, secara mendetail Beliau mengajar di tengah-tengah empat kelompok dengan tujuan untuk menjelaskan (pentingnya) keberhasilan pencapaian dari mereka yang pantas memperoleh dana. Ajaran itu bermula dengan ‘Tujuan bagi kepergian148 kita’ dan mencapai klimaksnya dengan khotbah mengenai Empat Kebenaran (Mulia). Di akhir Ajaran itu, pandangan terang ke dalam Dhamma149 muncul pada ribuan koti makhluk yang tak terhitung banyaknya.
Catatan:
1 Terbaca Asitañjananagare dengan Se Be dan di bawah untuk – nigame pada teks.
2 Secara harfiah, Jalan Utara, ‘rute utara yang besar, sekarang dikenal sebagai Jalan Batang Besar atau sebagai Rahi-i-Azam yang berhubungan dengan ibukota-ibukota utama dan pusat-pusat perdagangan seperti misalnya Tamralipti, Campa, Pataliputra, Varanasi, Kausambi, Kanyakubja, Mathura, Hastinapura, Srughna, Sakala, Taksasila, Puskalavati, Kapisi, Bamyan, Bahlika dan Kamboja. Mungkin itu merupakan rute darat terbesar di Asia yang dilewati sejumlah besar karavan sepanjang tahun’, V. S. Agrawala di bukunya The Bhakti Cult and Ancient Indian Geography (Edisi D. C. Sircar), Calcutta 1970, hal. 144. Tetapi, di kemudian hari istilah itu mengacu pada ‘seluruh India Utara, dari Añga di timur sampai Gandhara di barat laut, dan dari Himalaya di utara sampai Vindhya di selatan. Bagian-bagian utama yang termasuk di dalam teritori ini adalah … Kasmira-Gandhara dan Kamboja’ (DPPN i 363). Gandhara dan Kamboja kira-kira sama dengan Kashmir sekarang dan Garis Depan Barat-Laut; bandingkan B. N. Chaundhury, Buddhist Centres in Ancient India, Calcutta 1969, Bab 2.
3 Terbaca puttam dengan Se Be untuk putta pada teks.
4 Madhura, atau Mathura, seringkali disebut Uttaramadhura, Madhura utara, untuk membedakannya dari Madurai di Tamil Nadu. Mathura adalah pusat yang penting bagi para pengikut Krsna. Cerita ini harus dibaca sehubungan dengan Ghata Jataka yang merupakan variasi yang menarik dari beberapa materi yang kemudian digabungkan menjadi legenda Krsna -Vasudeva di cerita kami adalah Krsna- yang tercampur dengan beberapa detail dari II 6.
5 Teks salah mengeja Dvaravatiyam di sini.
6 Terbaca bhandãgãriko dengan Se Be untuk bhãndagãriko pada teks.
7 Secara harfiah, Asayha pedagang kaya; bandingkan Pv A 3.
8 Terbaca -kapanaddhika- dengan Se Be untuk -kapaniddhika- pada teks; bandingkan PvA 78.
9 Terbaca -vanibbaka- dengan Se PvA 78 untuk Be -vanibbaka- pada teks.
10 paliyam, bagian kitab suci Canon dan di sini rupanya merupakan syair di bawah, walaupun di PvA 2 Dhammapala berpendapat bahwa asal mula cerita pengantar itu juga berhubungan dengan Sang Buddha sendiri; bandingkan PvA 99.
11 Terbaca vyavato dengan Se Be dan teks sebelum perbaikan Hardy untuk ‘vyavato pada PvA 303.
12 Terbaca assadutehi dengan Se Be untuk assa dutehi pada teks.
13 khandhavara, biasanya tempat berhenti karavan; PED sv berspekulasi mengenai apakah ini mungkin asal mula dari istilah bahasa Inggris.
14 Terbaca ayoniso manasi karonto dengan Se Be untuk ayoniso ummujjanto pada teks.
15 Terbaca tena gamanena sadhetabbo attho dengan Se Be untuk tena dhanena sadhetabba ti attho pada teks.
16 sappurisa, biasanya merupakan istilah teknis yang sinonim dengan ariya dan savaka; bandingkan M i 8 dan komentar pada v 7 di bawah.
17 Terbaca dukkhapanudako bahupakaro dengan Se Be untuk dukkhapanudano bahupakaro pada teks.
18 Terbaca samulam pi sahamulena pi dengan Se Be untuk saha mulena samulam pi pada teks.
19 Syair ini, bersama dengan v 3 di atas, muncul lagi di J vi 310.
20 Terbaca ekarattimattam pi kevalam dengan Be untuk ekarattimattam na kevalam (Se ekarattimattam pi, na kevalam) pada teks.
21 atthato; banding A. K. Coomaraswamy, ‘Beberapa Kata Pali’, Harvard Journal of Asiatic Studies IV, 2, 1939 sv vyañjana (hal. 171-181).
* Dhammapada 125
22 Terbaca hato allapanihato nama dengan Se Be untuk hato allapanina pada teks.
23 suppasayho; pasayha diterjemahkan ‘dengan paksa’ di dalam v 2.
24 iddhi, biasanya diterjemahkan ‘kekuatan supranormal’.
25 Ini merupakan para penguasa berbagai alam dewa kamavacara dan dikatakan melebihi dewa-dewa di alam mereka dalam sepuluh hal, seperti yang disebutkan di syair 59-60 di bawah; bandingkan A iv 242.
26 Penguasa pemutar-roda, atau cakkavattin, membentuk subyek Cakkavatti-Sihanada Suttanta (D iii 58-79); lihat juga D ii 172-177. Harta kekayaannya dibahas secara terperinci di M iii 172-177 di mana kebahagiaannya, yang tertinggi di dalam kebahagiaan manusia, dikatakan tidak berarti bila dijajarkan dengan kebahagiaan para dewa.
27 Terbaca payogavipattiyam dengan Be (Se -ttiya) untuk -vippattiyam pada teks.
28 Terbaca yakkho ‘va samano na yo va so va dengan Se Be untuk yakkho vasamano nayo vaso va pada teks.
29 Terbaca upapanno dengan Se Be dan syair untuk uppanno pada teks.
30 Terbaca mantappayogadihi dengan Se Be untuk mantayogadihi pada teks; bandingkan PVA 96.
31 Terbaca vutta. Ito param dengan Se Be untuk Vutta ito param pada teks.
32 Musisi surgawi, biasanya termasuk alam Empat Raja Agung. Mereka berada di bawah kekuasaan Dhatarattha, Raja Agung dari penjuru timur (D ii 257, iii 197) tetapi berdiam ‘di dalam harumnya kayu-akar, di dalam harumnya kayu-inti, di dalam harumnya sari … kulit kayu … getah … daun … bunga … citarasa … bau-bauan’ (KS iii 197).
33 asayhasahino, dari orang yang dapat menahan, (sahino) apa yang berada di luar daya tahan (asayha), permainan dengan nama diri Asayha; seluruh ungkapan -asayhasahino Añgirasassa- biasanya merupakan julukan Sang Buddha, misalnya It 32; Thag 536 dsb.
34 Vessavana, nama lain untuk Kubera, yang ditemui di I 42. Dia adalah salah satu dari Empat Raja Agung, yang menguasai seluruh penjuru utara dengan bantuan bala tentaranya, para yakkha. Di situ tentunya yakkha ini termasuk.
35 Terbaca madhurarasavissandako dengan Se Be untuk -visandako pada teks.
36 Terbaca madhurakatukakasavadibheda dengan Se Be untuk -katukasavadibheda pada teks.
37 Terbaca vissandanti dengan Se Be untuk visandanti pada teks.
38 Bandingkan penjelasan-penjelasan alternatif yang diberikan di MLS ii 52 n.5.
39 Terbaca ahosi ti dengan Se Be untuk ahosin ti pada teks.
40 Terbaca samadaya dengan Se Be untuk samadayo pada teks.
41 nivattana-.
42 Terbaca samvattitapuññakiriyalakkhanena dengan Se Be untuk patipunna-, Se pattipunna-.
* D iii 58, juga dikutip pada Pv A 8.
43 Bacaan-bacaan agak bervariasi di sini. Saya mengikuti Be (= Se) dane nirantarappavattaya pariccagasampattiya lobhassa va abhibhavena patibhutassa untuk danena nirantarappavattaya pariccagasampattiya lobhassa caga-abhibhavena patibhutassa pada teks.
44 Demikian Se Be untuk vanidipaka pada teks.
45 Terbaca pavedenta dengan Se Be untuk pavedento pada teks.
46 Yaitu, di sini kata kerjanya mengambil dua objek penderita, keduanya dalam bentuk akusatif: (mereka) akan meminta kepada saya (mam) tempat tinggal (nivesanam).
47 adarabhavam uppadetva, yang secara harfiah berarti telah membangkitkan buah-buah pikir harga diri, penghormatan, yaitu, untuk prinsip itu sendiri bahwa berdana kepada mereka yang secara spiritual pantas memperoleh dana akan menghasilkan jasa.
48 Terbaca pitim uppadento dengan Se Be untuk pi uppadento pada teks.
49 Mungkin satu pohon surgawi di surga Sakka -bandingkan SED sv santana. PvA 176 menyatakan bahwa di Hutan Nandana milk Sakka terdapat pohon yang dapat mengabulkan permintaan dan sebagainya, dan Hindu World karya B. Walker, London 1968, ii 218 menyebutkan lima pohon yang dapat ditemukan di sana : 1. mandara; 2. parijata; 3. samtanaka; 4. chandana; 5. kalpa-vrksa, atau pohon pengabul permintaan. Yang ketiga, yaitu santana, dikatakan dapat memastikan keturunan dan kesinambungan garis keturunan selamanya jika daunnya dikunyah.
50 Terbaca tãva dengan Se Be untuk tava pada teks.
51 Terbaca Asayhamahasetthi dengan Be (Se Asayhamahasetthi nama) untuk Asayhamahasetthina pada teks.
52 Terbaca sappurisadhurassa dengan Se Be untuk sappurisassa madhurassa pada teks.
53 Terbaca pariccagadi dengan Se Be untuk paricagadi pada teks.
54 Demikian Se Be untuk rassa pada teks. Bandingkan kitab komentar untuk Thag 536 di Ev I 207 dst. Rasa biasanya memilik arti citarasa, bau-bauan dan sebagainya.
55 Mengikuti Se Be, teks seharusnya memiliki titik, bukan titik dua, setelah evam aha.
56 Terbaca gato ti gatim va dengan Se Be untuk gato ti va pada teks.
57 inda, Sansekerta Indra
58 Bandingkan PvA 282.
59 sahayakiccam karissami, secara harfiah saya akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang teman.
60 Terbaca yakkhavihimsakaya dengan Se Be untuk yakkham vihimsakaya pada teks.
61 anguli; ini bisa berarti jari tangan dan jari kaki tetapi kitab komentar pada v 29 menyarankan sebaliknya.
62 Semua teks tidak setuju di sini. Teks terbaca sakunitam (vl samkunditam); Be terbaca samkunitam dan Se sankucitam; PED sv kunalin merekomendasikan sankucitam. Artinya hanya terpengaruh sedikit.
63 Terbaca asucim (Se asuci) vissandanti dengan Se Be untuk asuci vissandenti pada teks.
64 Terbaca apajjim dengan Se Be untuk apajji Pada teks.
65 Terbaca bhavitabbe dengan Se Be untuk bhavitabbam pada teks.
66 Terbaca uppadesim dengan Se Be untuk uppadesi pada teks.
67 Terbaca viruparupam dengan Se Be untuk viruparupena pada teks.
68 Terbaca asuciduggandha- dengan Se Be untuk asuci duggandha- pada teks.
69 Bandingkan PvA 286.
70 atthane; bandingkan PvA 27 dst. di atas untuk suatu definisi.
71 Terbaca chatena dengan Se untuk satena pada teks, Be danena; bandingkan chato juga di v 37.
72 Terbaca dassento dengan Se Be untuk dento pada teks.
73 Terbaca paridahissati dengan Be untuk Se parivassati pada teks; bandingkan PED sv paridahati.
74 Magadha, secara harfiah berarti orang-orang dari Magadha.
75 Terbaca sampati dengan Se Be untuk sampatti pada teks.
76 Terbaca nivasessati parupissati ca dengan Be untuk paridahissati nivasessati parupissati va (Se paridahessati nivasessati parupissati ca) pada teks.
77 Terbaca ratha- dengan Se Be untuk rattha- pada teks.
78 PED sv catur mengartikannya sebagai saffron, melati, (tarukka) Turki dan dupa (yavana) Yunani tetapi tidak menyebutkan otoritasnya; bandingkan Pertanyaan-pertanyaan Milinda ii 213 n. 3.
79 Terbaca ganthitaganthitabhedam dengan Se Be untuk ganthikadibhedam pada teks, (bunga-bunga) variasi ganthika dan sebagainya. Ganthika muncul sebagai gandika di Vv 354, VvA 161 mengidentifikasikannya sebagai bunga bandhujivaka merah – bandingkan M ii 14; D ii 111; Vism 174. Cerita-cerita dari Istana-istana pada hal. 74 no. 4 menyatakan ini merupakan hibiscus sementara PED, SED sv keduanya mengartikannya sebagai Pentapetes phoenicea, SED menambahkan bahwa ‘ini adalah tanaman yang berbunga merah, yang mekar pada tengah hari dan melayu di keesokan paginya.’ Mala, di sini diartikan sebagai bunga sesuai dengan bacaan yang diambil, sering berarti rangkaian bunga. Kitab komentar menjelaskan mala sebagai bunga yang dirangkai atau bunga pada umumnya.
80 khallabaddhadibhedam; lihat B dari Disc iv 246 n. 6 dan Teks Vin ii 15.
81 nahapaka; tukang cukur kelihatannya memiliki peran ganda dalam menata rambut dan menyiapkan mandi
82 Se viralam, Be viralam; teks menghilangkannya.
83 niyuttam, secara mirip digunakan dalam komentar untuk v 29 tentang orang yang ditunjuk oleh Asayhasetthi dan praktek yang dikritik oleh Ankura dalam v 32.
84 raja; tentu saja dia adalah seorang pangeran tetapi kelihatannya tidak memenuhi tugas-tugas kerajaan apa pun.
85 Se Be menambahkan devanam di sini.
86 Terbaca patthayamano dengan Se Be untuk patthayamano pada teks.
87 Terbaca attha varabhavena dengan Be untuk attavarabhavena pada teks; Se terbaca atthavahanabhavena.
88 Terbaca veditabba dengari Se Be untuk veditabbam pada teks.
89Terbaca vimamsitukamo dengan Se Be untuk vimamsi ukamo pada teks.
90 Terbaca puna dengan Se Be untuk pana pada teks.
91 Demikian Se Be; teks secara salah mencantumkan na sabbavittani.
* D iii 188
92 Bandingkan Dial iii 180 n. 3. Di situ disebutkan bahwa menurut Buddhagosa, pemberian dana dan pengeluaran pribadi lainnya harus diambil dari seperempat bagian pertama, yaitu bagian yang harus dinikmati.
93 Terbaca ubhayalokahitaya dengan Se Be untuk ubhayattha lokahitaya; artinya adalah dunia ini dan dunia yang akan datang.
94 Terbaca pasamsitamevattham dengan Se Be untuk pasamsitaya pi tam evattham pada teks.
95 agarahitema; Be sendiri terbaca samahitena, yaitu tersusun dan terkumpul di pikiran sehingga mungkin ‘seimbang’ di sini.
96 avisamena, secara harfiah bukan secara tidak rata, dan penjelasan tentang samena, dengan jalan tengah, dan oleh karenanya ‘tidak kurang jalan tengah’; ekstrem-ekstremnya adalah tidak memberi dan memberi secara berlebihan.
97 Terbaca yathavutta dengan Se Be untuk yathavuttam pada teks.
98 Terbaca yaññassa sampada di sini dan di syair berikutnya dengan Be untuk Se puññassa sampada pada teks. Yañña-sampadam muncul di D i 128 dalam konteks yang mirip, yaitu interpretasi ulang dan pengarahan ulang tentang ritual pengorbanan brahmana.
99 Terbaca vado ti ye vadanti pi dengan Se untuk vado vadanti te pada teks; Be terbaca vado tava hotu.
100 Teks salah mengeja mego disini
101 Paripurento; kata kerja yang sama ini diterjemahkan ‘mengisi penuh’ ketika diterapkan untuk awan di dalam syair dan terjemahannya agak kabur dalam hal paralel yang dimaksudkan.
102 Terbaca tan ti dengan Be untuk tamhi (Se tam hi) pada teks.
103 Terbaca nipphatti dengan Se Be untuk nibbatti pada teks.
104 Terbaca muñcanacetanaya dengan Se Be untuk muñcanam cetanaya pada teks.
105 Bandingkan PvA 253.
106 Terbaca dakkhineyyahatthe dengan Se Be untuk dakkhine hatthe pada teks.
107 Terbaca kammaphalasaddhanugatanam dengan Se Be untuk kammaphalaladdha- pada teks.
108 Terbaca unnangalani dengan Se Be untuk dunnangalani pada teks.
109 Seperti Uttarapatha yang dibahas di atas, tampaknya asal mulanya menunjuk pada jalan yang menuju ke selatan tetapi di kemudian hari menjadi daerah yang terletak di antara tepian selatan sungai Gangga dan Godavari. Pada saat teks ini, pengertiannya diperlebar sampai mencakup seluruh jasirah India, di mana daerah Tamil dikatakan termasuk di situ. Juga dari istilah inilah diperoleh Deccan yang lebih dikenal. Lihat DPPN i 1050 dan B. N. Chaudhury, op. cit., hal. 225 dst.
110 Terbaca tisahassani suda hi dengan Se Be untuk jana tisahassa suda pada teks.
111 pindenti, secara harfiah dibuat menjadi pinda, sebongkah makanan dalam bentuk bola kecil yang diberikan sebagai makanan untuk pitrs dalam ritual brahmana dan juga untuk pemberian dana pada umumnya. Ini biasanya terbuat dari daging atau tepung.
112 Mahayaga, empat pengorbanan brahmana dari assamedha, pengorbanan kuda, purisamedha, pengorbanan manusia, sammapasa, membuang pasak, dan vajapeyya, persembahan-soma – lihat misalnya S i 76; A ii 42; Sn 303: dan diskusi pada KS i 102 n. 1 dan GS ii 50 n. 1 dst. PED sv yajati menyatakan bahwa ‘dalam literatur Pali, ini mengacu (dengan yañña, pengorbanan) pada (bila kritis) ritual-ritual pengorbanan brahmana kepada para dewa menurut aturan-aturan yang tertulis dalam Kitab Veda dan literatur Veda; atau (bila dogmatis) pada pemberian dana kepada bhikkhu. Dalam arti yang kedua, kata ini menyiratkan pemberian yang melimpah bagi semua kebutuhan seorang bhikkhu.’ Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa kedermawanan dan keramahtamahan terhadap brahmana juga dipahami sebagai suatu pengorbanan, sebagaimana dipastikan tentang kedermawanan Ankura sebelum masa Sang Buddha, dan kedermawanan semacam itu sering diberikan atas nama orang yang telah meninggal (bandingkan PvA 27 dst.). Lagi pula, konsep pengorbanan brahmana kepada yang pantas memperoleh dana sebelum masa Sang Buddha inilah tepatnya yang ingin diarahkan kembali oleh Petavatthu itu, menjauh dari tanah gersang brahmana dan menuju ladang jasa Savakasangha, yang anggota-anggotanya dikatakan ‘pantas memperoleh dana, pantas memperoleh keramahtamahan, pantas memperoleh persembahan, pantas memperoleh penghormatan’ (semua sifat disini diasumsikan oleh brahmana), sehingga merupakan ‘ladang jasa yang tiada bandingnya di dunia’ (misalnya D iii 227; M i 37; S ii 69 dst; A i 222 dsb.). Lihat R. Amore, The Concept and Practice of doing Merit in Early Theravada Buddhism, University Microfilms, Ann Arbor, Michigan 1971, dan J. Gonda, Loka: World and Heaven in the Veda, Amsterdam 1966.
113 Untuk variasi dalam masa kehidupan manusia, bandingkan khususnya D iii 58-79.
114 Terbaca sadaram dengan Se Be untuk adaram pada teks.
115 Terbaca anapaviddham dengan Se Be untuk anaviddham pada teks; bandingkan M iii 22; MLS iii 72 n. 3; GS iv 262 n. 6.
116 Mengenai ekspresi ini, lihat juga M iii 22, 24; A iii 171 dst;, iv 392; MLS iii 72 n. 2, di mana keempatnya, sakkaccam, cittim katva, sahattha dan anapaviddham digabungkan dengan agamanaditthiko, (memberi) sehubungan dengan masa depan, yaitu, percaya pada buah perbuatan.
117 Terbaca bahumase ti cittamasadike dengan Se be untuk bahumase ti cittamase ti cittamasadike pada teks. Citta, Sanskerta Caitra, adalah Maret-April dan bulan pertama pada satu tahun.
118 Terbaca Pakkhe ti dengan Se Be untuk tatthapi pada teks.
119 Terbaca atthato ekam eva dengan Se Be untuk atthato pada teks.
120 Bandingkan Vin i 55, Thag 934 dan catatan pada B di Disc iv 72 n. 2.
121 Terbaca nanu ca devanam dengan Se Be; teks mencantumkan nanupadevanam, tetapi ini bukan (masa kehidupan) dewa-dewa minor. Kelihatannya istilah upadeva ini hanya muncul satu kali dan mungkin ada kecurigaan karena kurangnya dukungan dari Se Be. Lihat A i 213 dst. untuk detail tentang masa-masa kehidupan para dewa dari surga-surga kammaloka.
122 antara, secara harfiah di antara, di tengah jalan, selama dan sebagainya; bandingkan interpretasi (Theravada) yang mirip tentang antara-parinibbayin sebagai makhluk yang telah mencapai Parinibbana sebelum dia menghabiskan separuh masa hidup surgawi yang umum di surga di tempat dia muncul.
123 Bandingkan PvA 117.
124 Di sepanjang 30.060.000 tahun manusia. Menurut A i 213 dst. masa kehidupan mereka yang berada di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa adalah 36 juta tahun manusia.
125 Terbaca mahatiya dengan Se Be untuk mahati pada teks.
126 Dikatakan bahwa hal ini dilakukan di Savatthi oleh semua Buddha. Sebagai tanggapan atas tantangan oleh mereka yang tidak percaya, Sang Buddha mencetuskan niatnya untuk melakukan mukjizat di pohon Gandamba ini. Mereka yang tidak percaya mencabut akar-akar semua pohon mangga (amba) di sekelilingnya, tetapi Ganda, tukang kebun kerajaan, memberi Sang Buddha sebuah mangga yang masak sebagai dana makanan. Mangga ini dimakan oleh Sang Buddha dan kemudian Beliau menyerahkan biji itu kepada Ananda untuk diberikan kepada tukang kebun itu agar ditanam. Di situ sebatang pohon langsung muncul. Sang Buddha menciptakan jalan permata di udara di sisi pohon itu, dan dengan berdiri di atasnya Beliau melakukan mukjizat ganda. ‘Disebut demikian karena mukjizat ini memunculkan fenomena dua sifat yang berpasangan – misalnya menghasilkan nyala api dari tubuh bagian atas dan semburan air dari tubuh bagian bawah, dan kemudian sebaliknya. Lidah-lidah api dan semburan air juga muncul secara bergantian dari samping kanan dan dari samping kiri tubuh Beliau. Dan dari setiap pori-pori tubuh Sang Buddha semburan sinar enam warna memancar ke atas, ke alam Brahma serta ke bawah, ke tepian Cakkavala.’ (DPPN ii 682 dst., untuk melihat detail selanjutnya.) Episode ini dikatakan telah berlangsung enam hari dan selama itu Beliau berkhotbah kepada mereka yang ada.
127 Sanskerta Asadha, bulan Juni-Juli
128 Terbaca anukkamena tipadavikkamena dengan Se Be untuk vitikkamena pada teks. Menurut Vism xii 72, ‘Beliau berdiri dengan satu kaki di permukaan Bumi, dan meletakkan kaki kedua di Gunung Yugandhara. Kemudian sekali lagi Beliau mengangkat kaki pertamanya dan menaruhnya di puncak Gunung Sineru.’ Alam Tiga-puluh-tiga terletak di puncak gunung ini. Legendanya mengatakan bahwa pada kunjungan ke Ceylon, Sang Buddha juga berangkat dengan menapak pada Siripada, atau Puncak Adam. Para peziarah tahunan mengikuti jalan itu untuk mengunjungi tapak kaki yang tercetak di situ. Bandingkan tiga langkah Visnu misalnya di RV vii 991, 1003, viii 1327 dsb.
129 Ini adalah singgasana Sakka, raja dari alam Tiga-puluh-tiga. Dikatakan bahwa singgasana ini terbuat dari batu yang berwarna bunga jayasumana (DA 482) dan dari saat ke saat singgasana itu memancarkan panas sebagai petunjuk kepada Sakka bahwa seorang manusia luhur membutuhkan perlindungannya (J v 92), bahwa suatu perbuatan Sang Buddha membutuhkan bantuannya (J i 330, iv 315 dst.) atau bahwa tindakan-tindakan yang luhur telah dilakukan (J iv 401 dst., v 278 dst.)
130 Masing-masing alam memiliki pohon khususnya sendiri (S v 237 dst.), dan pohon dari alam Tiga-puluh-tiga adalah Paricchattaka, Erythrina indica, pohon Coral atau pohon Payung (lihat no. 49). Dikatakan bahwa pohon itu menjatuhkan bunga-bunganya ke ranjang kematian Sang Buddha (lihat D ii 137). Bandingkan Vv 222; A iv 117 dst. Dan GS iv 78 n. 1-4
131 Beliau pergi untuk mengajarkan ini kepada ibunya yang telah terlahir di sana.
132 Kosmografi Buddhis memahami dunia yang di pusatnya terdapat gunung yang luar biasa tingginya, yang dikenal sebagai Meru atau Sineru, yang sepenuhnya dikelilingi oleh samudera. Sebaliknya, samudera ini dikelilingi oleh serangkaian gunung melingkar yang dikenal sebagai pegunungan Yugandhara, tingginya separuh Meru, dan gunung-gunung itu sendiri dikelilingi oleh samudera. Pola ini berulang lagi, berganti-ganti Meru dikelilingi oleh tujuh samudera yang sama pusatnya, dan rantai gunung-gunung. Ketinggian setiap gunung itu separuh dari gunung sebelumnya. Di luar rantai yang ketujuh ini terletak Samudra Besar di mana terletak empat benua, satu pada masing-masing titik mata angin. Titik selatannya adalah Jambudipa, atau India. Akhirnya, satu dinding pegunungan yang lebih jauh mengelilingi Samudera Besar ini sebagai tanda bagi batas-batas horisontal dunia. Surga dari Empat Raja Agung membentang dari permukaan bumi (di sini termasuk dewa-dewa bumi seperti misalnya dewa-dewa yang berada di pohon beringin) sampai ke puncak Meru, yang di atasnya terletak alam Tiga-puluh-tiga. Matahari berputar sesuai jarum jam mengelilingi Meru di dekat puncak gunung Yugandhara, yaitu di separuh ketinggian Meru. Sebagai akibat matahari lenyap di balik Meru itulah maka malam (bayangan Meru) menyelimuti sebagian permukaan bumi. Matahari yang baru ‘muncul’ sebenarnya adalah munculnya kembali matahari dari balik Meru pada ketinggiannya yang tetap menaungi pengunungan Yugandhara. Di luar alam Tiga-puluh-tiga ada lagi empat surga kamavacara, atau alam nafsu indera. Di atasnya terletak 16 Brahmaloka rupavacara, atau alam bentuk, yang di atasnya lagi adalah empat alam arupavacara, atau alam tanpa-bentuk. Sistem horisontal dari rantai gunung dan samudera konsentris ini biasanya disebut cakkavala. Bandingkan A i 227 dst.
133 Cakkavala bersama dengan surga dan neraka-neraka bawahnya dianggap sebagai unit kosmologi dasar walaupun berbagai jumlah cakkavala dipercaya ada berdampingan antara satu dengan yang lain. Pada mulanya hanya sepuluh yang kelihatannya diterima, mungkin satu dari masing-masing di sepuluh arah (bandingkan D ii 139). Tetapi yang lebih umum adalah acuan untuk sistem dunia berunsur-seribu (D i 46 =A i 276; A i 227, 281 dst.). Walaupun kadang-kadang disebutkan mengenai para Brahma yang bertanggung jawab terhadap sistem dunia yang berunsur satu, dua, tiga, empat, lima, atau bahkan sepuluh ribu (M iii 101; bandingkan D ii 261), sistem dunia berunsur sepuluh ribu juga muncul di D ii 12 dsb. Mungkin juga kadang-kadang ‘sistem dunia’ diartikan sebagai suatu cakkavala tunggal; namun di tempat lain diartikan kelompok seribu cakkavala semacam itu, dan di situ ‘sepuluh sistem dunia’ berarti sepuluh sistem yang masing-masing terdiri dari seribu cakkavala, satu di setiap arah yang sepuluh jumlahnya. Tampaknya, inilah yang dipahami Dhammapala di dalam komentar di bawah. Suatu pengaturan yang agak berbeda tentang sistem dunia ganda terdapat di A i 227 dst.
134 Terbaca atidure dengan Se Be dan v 66 untuk avidure pada teks.
135 Terbaca sambhavento dengan Be untuk Se pabhavento pada teks.
136 Terbaca ujjangale dengan Se Be untuk ujjhangale pada teks.
137 Terbaca pi ropitam dengan Se Be untuk viropitam pada teks.
138 Bandingkan KS v 328 n. 5.
139 Jalan ariya adalah jalan supra-duniawi yaitu Sotapanna, Yang-Kembali-Sekali-Lagi, Yang-Tidak-Kembali-Lagi, dan Arahat. Lihat Cariyapitaka (passim); Vism ix 124; dan I. B. Horner, Ten Jataka Stories, London 1957, masing-masing menjelaskan sepuluh kesempurnaan.
140 Terbaca patitthãpitam dengan Se Be untuk patitthapitam pada teks.
141 Seolah-olah netral (setelah puññam) dan bukan maskulin.
142 Terbaca sugatappasattham dengan Se Be untuk -ppasettham pada teks; Sugata adalah sebutan pemujaan bagi Sang Buddha.
143 Terbaca Tayidam Ankurapetavatthu. Satthara dengan Se Be untuk Tayidam Ankurapetavatthum. Sattha pada teks.
144 Upacara yang menandai akhir retret tiga bulan di musim hujan.
145 Sebutan pemujaan bagi Sang Buddha
146 Episode ini merupakan subyek yang paling disukai dalam seni Buddhis. Bandingkan Vism xii 79: “Yang Tercerahkan turun dari tengah tangga yang terbuat dari kristal; para makhluk dari enam surga alam-indera turun dari tangga sebelah kiri yang terbuat dari emas; dan para makhluk dari alam Murni, dan Brahma Agung, turun dari tangga sebelah kanan yang terbuat dari perak. Penguasa para dewa memegang mangkuk dan jubah. Brahma Agung memegang payung putih selebar-tiga league. Suyama memegang kipas ekor-yak. Dengan mahkota lima-susun, putra gandhabba turun untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dengan seruling dari kayu-bilva yang panjangnya tiga perempat league (3 mil). Pada hari itu tidak ada makhluk hidup di sana yang melihat Sang Buddha tetapi menginginkan pencerahan spiritual’ (Path of Purification, hat. 429 dst.); bandingkan DPPN ii 974.
147 Demikian Se Be untuk Sankasa pada teks.
148 Kata-kata pembukaan v 1 tetapi juga dikutip di setiap permulaan cerita; oleh karenanya tidak mungkin diketahui apa yang berada di dalam pemikiran Dhammapala. Tetapi bila melihat ucapan-ucapannya di PvA 2, mungkin yang belakangan.
149 Bandingkan PvA 9.