Sangarava Sutta

100
Sangarava Sutta

Kepada Sangarava

Sumber : Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berkelana di negeri Kosala dengan sekelompok besar Sangha para bhikkhu.

2. Pada waktu itu, seorang brahmana perempuan bernama Dhananjani sedang berdiam di Candalakappa. Dia memiliki keyakinan penuh terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha .917 Pada suatu waktu dia tersandung, dan [ketika berusaha menjaga keseimbangan] dia berkata tiga kali: “Hormat kepada Yang Terberkahi, yang mantap dan sepenuhnya tercerahkan! Hormat kepada Yang Terberkahi, yang mantap dan sepenuhnya tercerahkan! Hormat kepada Yang Terberkahi, yang mantap [210] dan sepenuhnya tercerahkan!”

3 Ketika itu ada seorang siswa brahmana bernama Sangarava yang sedang berdiam di Candalakappa. Dia adalah pakar Tiga Veda, dengan kosakatanya, liturgi, fonologi, dan etimologi, serta sejarahnya sebagai yang kelima; ahli dalam filologi dan tata bahasa, dia sangat ahli mengenai filosofi alam dan tanda-tanda Manusia Besar. Setelah mendengar brahmana perempuan Dhananjani mengucapkan kata-kata itu, Sangarava berkata kepadanya: “Brahmana perempuan Dhananjani harus dipermalukan dan direndahkan, karena ketika ada para brahmana di sekelilingnya dia memuji petapa berkepala-gundul itu.”

[Brahmana perempuan Dhananjani menjawab:] “Tuanku yang terhormat, engkau tidak mengetahui keluhuran dan kebijaksanaan Yang Terberkahi. Seandainya saja engkau mengetahui keluhuran dan kebijaksanaan Yang Terberkahi, tuanku yang terhormat, engkau tidak akan pernah berpikir untuk merendahkan dan menghinanya.”

“Jika demikian, Ibu, beritahu aku jika petapa Gotama datang ke Candalakappa.”

“Ya, tuan yang terhormat,” jawab brahmana perempuan Dhananjani.

4. Pada waktu itu, setelah berkeliling di beberapa bagian negeri Kosala, Yang Terberkahi akhirnya tiba di Candalakappa. Di Candalakappa Yang Terberkahi berdiam di Hutan Mangga milik para brahmana kelompok Todeyya.

5. Brahmana perempuan Dhananjani mendengar bahwa Yang Terberkahi telah tiba, maka dia pergi menemui siswa brahmana Sangarava dan berkata kepadanya: “Tuanku yang terhormat, Yang Terberkahi telah tiba di Candalakappa dan Beliau sedang berdiam di sini di Candalakappa di Hutan Mangga para brahmana kelompok Todeyya. Sekaranglah saatnya, tuanku yang terhormat, melakukan apa yang engkau pikir sesuai.”

“Ya, lbu,”jawabnya. Kemudian dia pergi kepada Yang Terberkahi dan bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah [211 ] dan percakapan yang bersahabat ini selesai, dia duduk di satu sisi dan berkata:

6. “Guru Gotama, ada beberapa petapa dan brahmana yang menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung di sini dan kini.918 Di antara para petapa dan brahmana ini, di mana Guru Gotama berada?”

7.”Bharadvaja, kukatakan bahwa ada keragaman di antara para petapa dan brahmana itu, yang menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung di sini dan kini. Ada beberapa petapa dan brahmana yang merupakan tradisionalis, yang berdasar pada tradisi lisan menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung di sini dan kini; mereka adalah para brahmana tiga Veda. Ada beberapa petapa dan brahmana yang, berdasar pada keyakinan semata, menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung di sini dan kini; seperti itulah para penalar dan peneliti.919 Ada beberapa petapa dan brahmana yang, setelah secara langsung memahami Dhamma untuk dirinya sendiri 920 di antara hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

8. “Aku, Bharadvaja, adalah satu di antara para petapa dan brahmana yang, setelah secara langsung memahami Dhamma untuk dirinya sendiri di antara hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, menyatakan [mengajarkan] dasar-dasar kehidupan suci setelah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan pengetahuan langsung. Mengenai bagaimana aku merupakan salah satu dari para petapa dan brahmana itu, hal itu dapat dipahami dengan cara berikut.

9.”Di sini, Bharadvaja, sebelum pencerahanku, sementara aku masih Bodhisatta yang belum tercerahkan, aku beranggapan demikian:’Kehidupan perumah-tangga itu sesak dan berdebu; kehidupan meninggalkan keduniawian itu luas dan terbuka. Tidak mudah -sementara tinggal di rumah-tangga untuk menjalankan kehidupan suci yang benar-benar sempurna dan murni seperti kerang yang diasah. Sebaiknya aku mencukur rambut dan jenggotku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan takberumah.’

10-13. “Di kemudian hari, Bharadvaja, [212] ketika masih muda … (seperti sutta 26, § 14-17) … Dan aku duduk sambil berpikir: ‘Ini akan membantu untuk berjuang.’

14-30. “Ketiga kiasan ini muncul padaku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya … (seperti sutta 36, § 17-33, tetapi di sutta ini di § 17-22 – sesuai §20-25 pada Sutta 36 – kalimat ‘Tetapi perasaan menyakitkan yang telah muncul padaku itu tidak menyerang pikiranku dan tidak tinggal” tidak ada) … lima bhikkhu itu merasa jijik dan meninggalkan aku, karena berpikir: ‘Petapa Gotama kini hidup dengan mewah; beliau telah menghentikan perjuangannya dan kembali pada kemewahan.’

31-41. “Pada waktu aku telah makan makanan padat dan memperoleh kembali kekuatanku, maka dengan sangat jauh dari kenikmatan-kenikmatan indera, jauh dari keadaan-keadaan yang tak-bajik … (seperti Sutta 36, §34-44; tetapi di sutta ini di §36, 38, dan 41 – sesuai §39, 4 1, dan 44 pada sutta 36 – kalimat “Tetapi perasaan menyenangkan seperti itu yang muncul padaku tidak menguasai pikiranku dan tidak tinggal” tidak ada) … sebagaimana terjadi pada orang yang berdiam dengan rajin, bersemangat, dan bertekad kuat.”

42. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Sangarava berkata kepada Yang Terberkahi: “Perjuangan Guru Gotama tidak tergoyahkan, perjuangan Guru Gotama adalah perjuangan manusia sejati, sebagaimana seharusnya bagi Yang Mantap, Yang Sepenuhnya Tercerahkan. Tetapi bagaimana halnya, Guru Gotama, apakah dewa-dewa ada?”

“Hal itu diketahui olehku, Bharadvaja, bahwa dewa-dewa ada.”

“Tetapi bagaimana ini, Guru Gotama, bahwa ketika ditanya, ‘Apakah dewa-dewa ada?’engkau menjawab:’Hal itu diketahui olehku, Bharadvaja, bahwa dewa-dewa ada’? Jika demikian halnya, tidakkah apa yang engkau katakan itu kosong dan salah ?”921

“Bharadvaja, ketika seseorang ditanya, ‘Apakah dewa-dewa ada?'[213] tidak peduli apakah dia menjawab,’Dewa-dewa ada’, atau ‘Hal itu diketahui olehku [bahwa dewa-dewa ada]’, orang yang bijaksana dapat menarik kesimpulan yang pasti bahwa dewa-dewa ada.”

“Tetapi mengapa Guru Gotama tidak menjawab saya dengan cara yang pertama?”

“Telah diterima secara luas di dunia ini, Bharadvaja, bahwa dewa-dewa ada.”

43. Ketika hal ini dikatakan, siswa brahmana Sangarava berkata kepada Yang Terberkahi: “Luar biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya pergi pada Guru Gotama untulk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Biarlah Guru Gotama mengingat saya sebagai pengikut awam yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup.”

Catatan

917 Dhananjani adalah seorang Pemasuk-Arus. MA menoatakan bahwa Santicarava adalah adik laki-laki suaminya

918 Ditthadhammabhinnavosanaparamippattadibrahmacariyam patijananti. MA menjelaskan: Mereka menyatakan diri sebagai sang asal, sang pencipta, sang pembuat kehidupan suci, dengan mengatakan: “Setelah mengetahui dengan langsung di sini dan kini di dalam kehidupan sekarang ini dan setelah mencapai penyempurnaan, kami telah mencapai Nibbana, yang disebut ‘kesempurnaan’ karena hal ini merupakan transendensi dari segala sesuatu.”

919 Sungguh menimbulkan tanda tanya bahwa para penalar dan peneliti (takki, vimamsi) di sini dikatakan bergantung atas dasar keyakinan semata (saddhamattakena). Di tempat lain, keyakinan dan penalaran dikontraskan sebagai dua landasan yang berbeda untuk kepastian (MN 95.14), dan “keyakinan semata” kelihatannya lebih dekat digabungkan dengan kepercayaan pada tradisi lisan daripada dengan penalaran dan penelitian.

920 Samam yeva dhammam abhinnaya. Frase ini menekankan pada realisasi diri langsung sebagai landasan untuk mengajarkan kehidupan suci.

921 Menurut MA, Sangarava mempunyai ide bahwa Sang Buddha Berkata demikian tanpa  pengetahuan aktual, dan oleh sebab itu dia menuduh Sang Buddha berkata tidak benar. Urutan ide-ide dalam bacaan ini sulit diikuti dan ada kemungkinan teks ini telah menyimpang.