No. 217
SEGGU-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
“Seluruh dunia takluk terhadap kesenangan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang upasaka penjual sayur.
Cerita pembukanya telah dikemukakan di dalam Buku I. Di sini kembali Sang Guru menanyakan ke mana saja dia pergi selama ini, dan dia menjawab, “Putriku, Bhante, selalu tersenyum. Setelah mengujinya, saya menikahkannya dengan seorang pemuda. Karena hal ini harus dilakukan, saya tidak ada kesempatan untuk mengunjungimu.”
Terhadap ini, Sang Guru menjawab, “Bukan hanya kali ini putrimu berbudi luhur, tetapi dia juga berbudi luhur di masa lampau; dan seperti Anda mengujinya sekarang, demikian juga Anda mengujinya di masa lampau.”
Atas permintaan orang itu, Sang Guru menceritakan kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta adalah seorang makhluk dewata penjaga pohon (dewa pohon). Penjual sayur yang berkeyakinan ini menuruti pikirannya untuk menguji putrinya. Dia membawanya masuk ke hutan, [180] dan memegang tangannya, berbuat seakan-akan dia bernafsu terhadap putrinya itu.
Dan ketika putrinya berteriak dalam kesengsaraan, laki-laki tersebut menegurnya dalam kata-kata di bait pertama:—
Seluruh dunia takluk terhadap kesenangan;
Ah, Putriku yang Polos,
sekarang saya telah menangkapmu,
janganlah menangis;
seperti yang dilakukan kota,
begitu juga saya.
Ketika mendengar itu, putrinya menjawab, “Ayahku, saya adalah seorang gadis, dan saya tidak tahu tentang perbuatan hubungan badan,” dan sambil menangis dia mengucapkan bait kedua:—
Dia yang seharusnya menyelamatkanku
dari semua kesukaran,
mengkhianatiku dalam kesendirianku,
ayahku, yang seharusnya menjadi pelindungku yang sesungguhnya,
di sini di dalam hutan melakukan kekejaman.
Dan penjual sayur tersebut, setelah menguji putrinya demikian, membawanya pulang dan menikahkannya dengan seorang pemuda. Setelah itu, dia meninggal dunia sesuai dengan perbuatannya.
____________________
Ketika Sang Guru telah mengakhiri uraian ini, Beliau memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran ini:—Di akhir kebenarannya, penjual sayur mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, ayah dan putri tersebut adalah orang-orang yang sama, dan dewa pohon yang melihat semua kejadiannya adalah diri-Ku sendiri.”