Permohonan

Samyutta Nikaya – Khotbah-khotbah Berkelompok Sang Buddha
Diterjemahkan dari bahasa Pali oleh Bhikkhu Bodhi
DhammaCitta Press

 

 

 

I. SUB BAB PERTAMA
(PERMOHONAN)

 

 

1 (1) Permohonan Brahmā

Demikianlah yang kudengar.362 Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Uruvelā, di tepi Sungai Nerañjarā, di bawah pohon Banyan Penggembala sesaat setelah mencapai Penerangan Sempurna. Kemudian, ketika Sang Bhagavā sedang sendirian dalam keheningan, suatu perenungan muncul dalam pikiran-Nya: “Dhamma ini yang Kutemukan adalah dalam, sulit dilihat, sulit dimengerti, damai dan mulia, di luar jangkauan logika, halus, untuk dialami oleh para bijaksana. Tetapi generasi ini gembira dalam kemelekatan, bersenangsenang dalam kemelekatan, bersorak dalam kemelekatan.363 Untuk generasi demikian, kondisi ini adalah sulit dilihat, yaitu kondisi tertentu, Sebab-Akibat yang saling bergantungan. Dan kondisi ini juga sulit dilihat, yaitu penenangan semua bentukan, <299> pelepasan semua perolehan, penghancuran keinginan, kebosanan, pelenyapan, Nibbāna.364 Jika Aku harus mengajarkan Dhamma dan jika orang lain tidak dapat memahami Aku, itu akan sungguh melelahkan bagi-Ku, sungguh menyulitkan.” Selanjutnya, syair-syair yang mengejutkan ini yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncul dalam diri Sang Bhagavā:365

556.  “Cukup sudah dengan mengajar Apa yang Kutemukan dengan susah-payah; Dhamma ini tidak mudah dipahami Oleh mereka yang dikuasai oleh nafsu dan kebencian.

557.  “Mereka yang terbakar oleh nafsu, dikaburkan oleh  kegelapan, Tidak akan pernah melihat Dhamma yang sangat mendalam ini, Dalam, sulit dilihat, halus, Bergerak melawan arus.” [137]

Sewaktu Sang Bhagavā merenungkan demikian, pikiran-Nya condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma.366 <300> Kemudian Brahmā Sahampati, setelah mengetahui perenungan Sang Bhagavā melalui pikirannya sendiri, berpikir: “Aduh, dunia ini sudah selesai! Aduh, dunia ini segera musnah, karena Sang Tathāgata, Sang Arahanta, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna, condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma.”367 Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Brahmā Sahampati lenyap dari Alam Brahmā dan muncul kembali di depan Sang Bhagavā. Ia merapikan jubahnya di atas salah satu bahunya, berlutut dengan kaki kanannya menyentuh tanah, merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, mohon Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma; mohon Yang Sempurna mengajarkan Dhamma. Ada makhluk-makhluk dengan sedikit debu di mata mereka yang akan jatuh jika mereka tidak mendengarkan Dhamma. Akan ada orang-orang yang memahami Dhamma.” Itu adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Setelah mengatakan hal ini, ia lebih jauh lagi mengatakan:

558. “Di masa lalu, muncul di antara orang-orang Magadha Dhamma tidak murni yang ditemukan oleh mereka yang masih ternoda. Bukalah pintu ini yang menuju Keabadian! Biarkan mereka mendengarnya <301> Dhamma yang ditemukan oleh Yang Tanpa Noda.368

559. “Bagaikan seseorang yang berdiri di puncak gunung Pasti melihat orang-orang di segala arah di bawahnya, Demikian pula, O, Yang Bijaksana, Mata Universal, Naiklah ke istana yang terbuat dari Dhamma, Karena diri-Mu terbebas dari kesedihan, lihatlah orang- orang Tenggelam dalam kesedihan, tertekan oleh kelahiran dan  kerusakan.

560. “Bangkitlah, O, Pahlawan, Pemenang dalam pertempuran! O , Pemimpin rombongan, yang bebas dari hutang,   mengembaralah di dunia ini. Ajarilah Dhamma, O, Bhagavā: Akan ada di antara mereka yang memahami.”369 [138]

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami permohonan Brahmā, dan demi belas kasih-Nya kepada makhluk-makhluk, mengamati dunia ini dengan mata seorang Buddha.370 Sewaktu Ia melakukan hal itu, Sang Bhagavā melihat makhluk-makhluk dengan sedikit debu di mata mereka dan dengan banyak debu di mata mereka, dengan indria tajam dan dengan indria tumpul, dengan kualitas baik dan dengan kualitas buruk, mudah diajari dan sulit diajari, <302> dan sedikit yang berdiam dengan melihat kebakaran dan ketakutan dalam dunia lain.371 Bagaikan di dalam sebuah kolam teratai berwarna biru, atau merah, atau putih, beberapa teratai mungkin bertunas di dalam air, tumbuh di dalam air, dan berkembang di dalam air, tanpa keluar dari air; beberapa teratai mungkin bertunas di dalam air, tumbuh di dalam air, dan berkembang tepat di permukaan air; beberapa teratai mungkin bertunas di dalam air, tumbuh di dalam air, kemudian tumbuh keluar dari air dan berdiri tanpa dikotori oleh air—demikian pula, setelah mengamati dunia ini dengan mata Buddha, Sang Bhagavā, dengan sedikit debu di mata mereka dan dengan banyak debu di mata mereka, dengan indria tajam dan dengan indria tumpul, dengan kualitas baik dan dengan kualitas buruk, mudah diajari dan sulit diajari dan sedikit yang berdiam dengan melihat kebakaran dan ketakutan dalam dunia lain. Setelah melihat hal ini, Beliau menjawab Brahmā Sahampati dalam syair: <303>

561. “Terbukalah bagi mereka pintu menuju Keabadian: Biarlah mereka yang memiliki telinga memberikan   keyakinan. Meramalkan kesulitan, O, Brahmā, aku tidak mengajarkan Dhamma mulia yang unggul dan mulia di antara   manusia.”

Kemudian Brahmā Sahampati, berpikir, “Sang Bhagavā telah memberikan persetujuan [atas permohonanku] sehubungan dengan pengajaran Dhamma,” memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan lenyap dari sana.372

 

2 (2) Penghormatan

Demikianlah yang kudengar.373 Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Uruvelā, di tepi Sungai Nerañjarā, di bawah pohon Banyan Penggembala sesaat setelah Beliau mencapai Penerangan Sempurna. [139] Kemudian, ketika Sang Bhagavā sedang sendirian dalam keheningan, suatu perenungan muncul dalam pikiran-Nya sebagai berikut: “Seseorang akan berdiam dalam penderitaan jika ia adalah seorang yang tidak memiliki penghormatan dan rasa hormat. Sekarang petapa atau brahmana manakah yang harus kusembah dan kuhormati dan berdiam dengan bergantung padanya?” Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Adalah demi memenuhi kelompok moralitas yang belum terpenuhi, maka Aku harus menyembah, menghormat, dan berdiam dengan bergantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, <304> dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal moralitas daripada diriKu, yang dapat Kusembah dan hormati dan berdiam dengan bergantung padanya.” “Adalah demi memenuhi kelompok konsentrasi yang belum terpenuhi, maka Aku harus menyembah, menghormat, dan berdiam dengan bergantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal konsentrasi daripada diri-Ku….”

“Adalah demi memenuhi kelompok kebijaksanaan yang belum terpenuhi, maka Aku harus menyembah, menghormat, dan berdiam dengan bergantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal kebijaksanaan daripada diri-Ku….” “Adalah demi memenuhi kelompok pembebasan yang belum terpenuhi, maka Aku harus menyembah, menghormat, dan berdiam dengan bergantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal pembebasan daripada diri-Ku….” “Adalah demi memenuhi kelompok pengetahuan dan penglihatan pembebasan yang belum terpenuhi, maka Aku harus menyembah, menghormat, dan berdiam dengan bergantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat ada petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal pengetahuan dan penglihatan pembebasan daripada diri-Ku, yang dapat Kusembah dan hormati dan berdiam dengan bergantung padanya.374 <305> “Biarlah Aku menyembah, menghormati, dan berdiam dengan bergantung pada Dhamma ini yang dengannya Aku menjadi sadar sepenuhnya.” Kemudian, setelah mengetahui perenungan Sang Bhagavā melalui pikirannya sendiri, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Brahmā Sahampati lenyap dari Alam Brahmā dan muncul kembali di depan Sang Bhagavā. Ia merapikan jubahnya di atas salah satu bahunya, berlutut dengan kaki kanannya menyentuh tanah, merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: [140] Demikianlah, Bhagavā! Memang demikian, Yang Sempurna! Yang Mulia, mereka, para Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna di masa lampau—Para Bhagavā itu juga menyembah, menghormati, dan berdiam dengan bergantung pada Dhamma itu sendiri. Mereka, para Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna di masa depan—Para Bhagavā itu juga menyembah, menghormati, dan berdiam dengan bergantung pada Dhamma itu sendiri. Biarlah Sang Bhagavā juga, yang adalah Aharanta masa kini, Yang Tercerahkan Sempurna, menyembah, menghormati, dan berdiam dengan bergantung hanya pada Dhamma itu sendiri.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Setelah mengatakan ini, ia lebih jauh lagi mengucapkan syair berikut: <306>

562. “Para Buddha di masa lampau, Para Buddha di masa depan, Dan Ia yang menjadi Buddha masa kini, Melenyapkan kesedihan banyak orang—

563. “Semuanya telah berdiam, akan berdiam, dan berdiam, Secara mendalam menghormati Dhamma sejati: Bagi Para Buddha Ini adalah hukum alam.

564. “Oleh karena itu, seseorang yang menginginkan   kebaikannya sendiri, Menginginkan kemajuan spiritual, Harus secara mendalam menghormati Dhamma sejati, Merenungkan Ajaran Sang Buddha.”375 3

 

(3) Brahmadeva

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, seorang brahmana perempuan memiliki seorang putra bernama Brahmadeva <307> yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah di bawah Sang Bhagavā. Kemudian, berdiam sendirian, tidak berkomunikasi dengan orang lain, tekun, rajin, dan teguh, Yang Mulia Brahmadeva, dengan menembus oleh dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini juga dan berdiam dalam tujuan yang tanpa bandingnya dari kehidupan suci yang dicari oleh seorang baik yang meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi yang harus dilakukan oleh kondisi makhluk ini.” Dan Yang Mulia Brahmadeva menjadi salah satu dari para Arahanta.376 Kemudian, pagi harinya, Yang Mulia Brahmadeva merapikan jubahnya, dan membawa mangkuk dan jubahnya memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Berjalan tanpa putus menerima dana makanan di Sāvatthī, ia sampai di rumah ibu kandungnya.377 [141] Pada saat itu, brahmana perempuan, ibu kandung Yang Mulia Brahmadeva, telah secara rutin memberikan persembahan kepada Brahmā.378 Kemudian Brahmā Sahampati berpikir: “Brahmana perempuan ini, ibu kandung Yang Mulia Brahmadeva, telah secara rutin memberikan persembahan kepada Brahmā. Aku akan mendatanginya dan membangkitkan semangat religius dalam dirinya.” Kemudian, <308> secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Brahmā Sahampati lenyap dari Alam Brahmā dan muncul kembali di rumah ibu kandung Yang Mulia Brahmadeva. Kemudian sambil berdiri di udara, Brahmā Sahampati berkata kepada brahmana perempuan itu dalam syair:

565. “Alam Brahmā, Nyonya, adalah jauh dari sini. Yang kepadanya engkau memberikan persembahan secara  rutin. Brahmā tidak memakan makanan seperti itu, Ibu: Mengapa berkomat-kamit, tidak mengetahui jalan menuju  Brahmā?379

566. “Brahmadeva ini, Nyonya, Tanpa perolehan, telah melampaui para deva. Tidak memiliki apa-apa, tidak memberi makan siapa pun, Bhikkhu itu telah memasuki rumahmu untuk menerima  dana makanan.380

567. “Layak menerima pemberian, guru-pengetahuan,   terkembang batinnya, <309> Ia layak menerima persembahan dari umat manusia dan  para deva, Setelah mengusir semua kejahatan, tanpa noda, Dingin hatinya, ia datang mencari dana makanan.

568. “Baginya tidak ada apa pun di belakang atau di depan—Damai, tidak berasap, tanpa masalah, tanpa keinginan; Ia telah menumbangkan tiang yang lemah dan yang  kokoh: Biarkan ia memakan persembahanmu, makanan  pilihan.381

569. “Jauh dari keramaian, dengan pikiran tenang, Bagaikan nāga, ia mengembara, jinak, tidak kacau. Seorang bhikkhu dengan moralitas murni, terbebaskan  dalam batin: Biarkan ia memakan persembahanmu, makanan  pilihan.382

570. “Dengan berkeyakinan padanya, bebas dari keraguan,  [142] Serahkan persembahanmu kepada seorang yang layak  menerimanya. Setelah melihat seorang bijaksana yang telah menyeberangi banjir, O , Nyonya, lakukanlah kebajikan yang dapat membawamu  ke kebahagiaan di masa depan.”383 <310>

571. Dengan berkeyakinan padanya, bebas dari keraguan,  Ia menyerahkan persembahannya kepada seorang yang  layak menerimanya. Setelah melihat seorang bijaksana yang telah menyeberangi banjir, Perempuan itu melakukan kebajikan yang dapat  membawanya ke kebahagiaan di masa depan.384

 

4 (4) Brahmā Baka

Demikianlah yang kudengar.385 Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, pandangan salah spekulatif muncul dalam diri Brahmā Baka: “Ini kekal, ini stabil, ini abadi, ini lengkap, ini tidak dapat musnah. Sesungguhnya, ini adalah di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia, dan tidak terlahir kembali; dan tidak ada pembebasan lain yang lebih unggul dari ini.”386

Kemudian, setelah dengan pikiran-Nya sendiri mengetahui perenungan dalam pikiran Brahmā Baka, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. <311> Dari jauh, Brahmā Baka melihat kedatangan Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau: “Mari, Yang Mulia! Selamat datang, Yang Mulia! Sudah lama sekali, Yang Mulia, sejak Engkau mengambil kesempatan datang ke sini. Sesungguhnya, Yang Mulia, ini kekal, ini stabil, ini abadi, ini lengkap, ini tidak dapat musnah. Sesungguhnya, ini adalah di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia, dan tidak terlahir kembali; dan tidak ada pembebasan lain yang lebih unggul dari ini.” Ketika hal ini diucapkan, Sang Bhagavā berkata kepada Brahmā Baka: “Aduh, Brahmā Baka tenggelam dalam kebodohan! Aduh, Brahmā Baka tenggelam dalam kebodohan, selama ia akan mengatakan apa yang sesungguhnya tidak kekal sebagai kekal; dan akan mengatakan apa yang sesungguhnya tidak stabil sebagai stabil; dan akan mengatakan apa yang sesungguhnya tidak abadi sebagai abadi; [143] dan akan mengatakan apa yang sesungguhnya tidak lengkap sebagai lengkap; dan akan mengatakan apa yang sesungguhnya dapat musnah sebagai tidak dapat musnah; dan sehubungan dengan [alam] di mana seseorang dilahirkan, menjadi tua, mati, meninggal dunia, dan terlahir kembali, akan mengatakan bahwa: ‘Sesungguhnya, ini adalah di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak meninggal dunia, dan tidak terlahir kembali; dan tidak ada pembebasan lain yang lebih unggul dari ini.’”

[Brahmā Baka:]

572. “Kami tujuh puluh dua, Gotama, adalah pelaku-kebajikan;  <312> Sekarang kami memiliki kekuatan, melampaui kelahiran  dan penuaan. Ini, guru-pengetahuan, adalah pencapaian tertinggi Brahmā  kami. Banyak orang yang merindukan kami.”387

[Sang Bhagavā:]

573. “Umur kehidupan di sini adalah singkat, tidak lama, Walaupun engkau, Baka, menganggapnya lama. Aku tahu, O, Brahmā, umur kehidupanmu adalah Seratus ribu nirabbuda.”388

[Brahmā Baka:]

574. “O, Bhagavā, [Engkau mengatakan]: ‘Aku adalah seorang dengan penglihatan tanpa batas Seorang yang telah mengatasi kelahiran, usia-tua, dan   kesedihan.’ Apakah praktikku dalam hal tekad dan moralitas di masa   lampau? Jelaskan padaku agar aku mengerti.”389

[Sang Bhagavā:]

575. “Engkau memberikan minuman kepada banyak orang Yang haus, diserang oleh panas: Itulah praktikmu dalam hal tekad dan moralitas di masa  lampau, <313> Yang Kuingat bagaikan baru bangun tidur.390

576. “Ketika orang-orang terperangkap di tepi Sungai Rusa, Engkau membebaskan para tawanan yang disandera. Itulah praktikmu dalam hal tekad dan moralitas di masa  lampau,  Yang Kuingat bagaikan baru bangun tidur.

577. “Ketika sebuah kapal terjebak di Sungai Gangga Oleh keganasan nāga yang menginginkan daging manusia, Engkau dengan gagah berani mengerahkan kekuatan  membebaskan kapal itu: Itulah praktikmu dalam hal tekad dan moralitas di masa  lampau,  Yang Kuingat bagaikan baru bangun tidur. [144]

578. “Aku adalah siswamu yang bernama Kappa; Engkau mengajarkan kecerdasan dan ketaatan: Itulah praktikmu dalam hal tekad dan moralitas di masa  lampau,  Yang Kuingat bagaikan baru bangun tidur.”391

[Brahmā Baka:] <314>

579. “Tentu saja Engkau mengetahui umur kehidupanku; Yang lainnya juga Engkau mengetahuinya, karena Engkau  adalah Buddha. Demikianlah keagungan gemilang ini adalah milik-Mu Yang bahkan menerangi alam brahmā.”

 

5 (5) Brahmā Tertentu (Pandangan Lain)

Di Sāvatthī. Pada saat itu, pandangan salah spekulatif berikut ini muncul dalam diri brahmā tertentu: “Tidak ada petapa atau brahmana yang dapat datang ke sini.” Kemudian, setelah dengan pikiran-Nya sendiri mengetahui perenungan dalam pikiran Brahmā Baka, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. Sang Bhagavā duduk bersila di udara di atas brahmā itu, setelah memasuki meditasi pada unsur api.392 Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berpikir: “Di manakah Sang Bhagavā berada sekarang?” Dengan kekuatan batin mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, Yang Mulia Mahāmoggallāna melihat Sang Bhagavā duduk bersila di udara di atas brahmā itu, setelah memasuki meditasi pada unsur api. Setelah melihat ini, <315> secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Yang Mulia Mahāmoggallāna lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna menempatkan dirinya di sisi timur dan duduk bersila di udara di atas brahmā itu—lebih rendah dari Sang Bhagavā—setelah memasuki meditasi pada unsur api. Kemudian Yang Mulia Mahākassapa berpikir: “Di manakah Sang Bhagavā berada sekarang?” dengan kekuatan batin mata-dewa … Yang Mulia Mahākassapa melihat Sang Bhagavā duduk bersila di udara di atas brahmā itu … Setelah melihat ini, … <145> Yang Mulia Mahākassapa lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. Kemudian Yang Mulia Mahākassapa menempatkan dirinya di sisi selatan dan duduk bersila di udara di atas brahmā itu—lebih rendah dari Sang Bhagavā—setelah memasuki meditasi pada unsur api. Kemudian Yang Mulia Mahākappina berpikir: “Di manakah Sang Bhagavā berada sekarang?” dengan kekuatan batin mata-dewa … Yang Mulia Mahākappina melihat Sang Bhagavā duduk bersila di udara di atas brahmā itu … Setelah melihat ini, … Yang Mulia Mahākappina lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. Kemudian Yang Mulia Mahākappina menempatkan dirinya di sisi barat <316> dan duduk bersila di udara di atas brahmā itu—lebih rendah dari Sang Bhagavā—setelah memasuki meditasi pada unsur api. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: “Di manakah Sang Bhagavā berada sekarang?” dengan kekuatan batin mata-dewa … Yang Mulia Anuruddha melihat Sang Bhagavā duduk bersila di udara di atas brahmā itu … Setelah melihat ini, … Yang Mulia Anuruddha lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Alam Brahmā. Kemudian Yang Mulia Anuruddha menempatkan dirinya di sisi utara dan duduk bersila di udara di atas brahmā itu—lebih rendah dari Sang Bhagavā—setelah memasuki meditasi pada unsur api. Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata kepada brahmā itu dalam syair:

580. “Hari ini, Sahabat, apakah engkau masih menganut  pandangan itu, Yang engkau anut sebelumnya? Apakah engkau lihat pancaran sinar Yang melampaui sinar di alam brahmā ini?”393 <317>

581. “Aku tidak lagi menganut pandangan itu, Yang Mulia, Pandangan yang aku anut sebelumnya. Sungguh aku melihat pancaran sinar Yang melampaui sinar di alam brahmā ini. Hari ini, bagaimana aku dapat mempertahankan, ‘aku kekal dan abadi’?”394

Kemudian, setelah membangkitkan semangat religius dalam diri brahmā itu, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari alam brahmā dan muncul kembali di Hutan Jeta. Kemudian brahmā itu berkata kepada salah satu anggota kelompoknya. “Marilah, Tuan, dekatilah Yang Mulia Mahāmoggallāna dan katakan padanya, ‘Tuan Moggallāna, adakah siswa Sang Bhagavā lainnya yang lebih sakti [146] dan kuat seperti Yang Mulia Moggāllāna, Kassapa, Kappina, dan Anuruddha?’” “Baik, Tuan,” anggota kelompok Brahmā itu menjawab. Kemudian ia mendekati Yang Mulia Mahāmoggallāna dan bertanya: “Tuan Moggāllāna, adakah siswa Sang Bhagavā lainnya yang lebih sakti dan kuat seperti Yang Mulia Moggāllāna, Kassapa, Kappina, dan Anuruddha?” Kemudian Yang Mulia Mahāmoggāllāna berkata kepada anggota kelompok Brahmā itu dalam syair:

582. “Banyak siswa Sang Buddha Yang telah mencapai kesucian Arahat dengan noda-noda  dihancurkan, Pembawa tiga pengetahuan dengan kekuatan batin, Terampil dalam membaca pikiran makhluk-makhluk lain.”395 <318>

Kemudian anggota kelompok Brahmā itu, senang dan gembira mendengar pernyataan Yang Mulia Mahāmoggāllāna, mendekati brahmā itu dan memberitahunya: “Tuan, Yang Mulia Mahāmoggāllāna berkata seperti ini:

583. “’Banyak siswa Sang Buddha … Terampil dalam membaca pikiran makhluk-makhluk  lain.’”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh anggota kelompok Brahmā itu. Gembira, brahmā itu senang mendengar pernyataan itu.

 

6 (6) Alam Brahmā (Kelengahan)

Di Sāvatthī. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang melewatkan siang dan sedang berada dalam keheningan. Kemudian brahmā mandiri bernama Subrahmā dan Suddhavāsa mendekat Sang Bhagavā, dan masingmasing berdiri di satu tiang pintu.396 Kemudian brahmā mandiri Subrahmā berkata kepada brahmā mandiri Suddhāvāsa: <319> “Ini bukanlah waktu yang tepat, Teman, untuk mengunjungi Sang Bhagavā. Sang Bhagavā sedang melewatkan siang dan sedang berada dalam keheningan.  Alam-alam brahmā tertentu adalah kaya dan makmur, dan ada brahmā di sana yang berdiam dalam kelengahan. Mari, Teman, marilah kita pergi ke alam brahmā itu dan membangkitkan semangat religius dalam diri brahmā itu.” [147] “Baiklah, Teman,” brahmā mandiri Suddhāvāsa menjawab. Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang terentang, brahmā mandiri Subrahmā dan Suddhāvāsa lenyap dari hadapan Sang Bhagavā dan muncul kembali di alam brahmā itu. Dari jauh, Brahmā itu melihat kedatangan kedua brahmā itu dan berkata kepada mereka: “Sekarang, dari manakah kalian datang, Tuan-tuan?” <320> “Kami datang, Tuan, dari hadapan Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna. Tuan, engkau seharusnya pergi melayani Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna.” Ketika hal ini dikatakan, brahmā itu menolak menerima nasihat mereka. Setelah menciptakan seribu perubahan wujudnya, ia berkata kepada brahmā mandiri Subrahmā: <321> “Lihatkah engkau, Tuan, betapa besar kekuasaan dan kekuatanku?” “Aku melihat, Tuan, bahwa engkau memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar.” “Tetapi, Tuan, jika aku begitu berkuasa dan kuat, petapa atau brahmana manakah yang harus kulayani?” Kemudian brahmā mandiri Subrahmā, setelah menciptakan dua ribu perubahan wujudnya, berkata kepada brahmā itu: “Lihatkah engkau, Tuan, betapa besar kekuasaan dan kekuatanku?” “Aku melihat, Tuan, bahwa engkau memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar.” “Sang Bhagavā, Tuan, adalah lebih berkuasa dan kuat dari kalian berdua dan aku. Engkau harus pergi, Tuan, untuk melayani Sang Bhagavā itu, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna.”

Kemudian brahmā itu berkata kepada brahmā mandiri Subrahmā dalam syair: [148] 584.  “Tiga [ratus] supaṇṇa, empat [ratus] angsa, Dan lima ratus elang: Istana ini, O, Brahmā, milik sang meditator bersinar Menerangi penjuru utara.”397

[Brahmā mandiri Subrahmā:]

585. “Walaupun istanamu itu bersinar Menerangi penjuru utara, <322> Setelah melihat cacat dari bentuk, guncangannya yang  kronis, Sang bijaksana tidak bergembira di dalam bentuk.”398

Kemudian brahmā mandiri Subrahmā dan Suddhāvāsa, setelah membangkitkan semangat religius dalam diri brahmā itu, lenyap dari sana. Dan kelak, brahmā itu datang dan melayani Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna.

 

7 (7) Kokālika (1)

Di Sāvatthī. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang melewatkan siang dan sedang berada dalam keheningan. Kemudian brahmā mandiri bernama Subrahmā dan Suddhavāsa mendekat Sang Bhagavā dan masing-masing berdiri di satu tiang pintu. Kemudian, merujuk pada Bhikkhu Kokālika, brahmā mandiri Subrahmā melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:399

586. “Apa yang dicari orang bijaksana di sini untuk   menegaskan Seorang yang tak terukur dengan mengukurnya? <323> Ia yang mengukur seorang yang tidak terukur Pastilah, aku pikir, seorang kaum duniawi yang  terhalangi.”400

 

8 (8) Tissaka

Di Sāvatthī … (seperti di atas) … Kemudian, dengan merujuk pada Bhikkhu Katamorakatissaka, brahmā mandiri Suddhāvāsa melantunkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:401 [149]

587. “Apa yang dicari orang bijaksana di sini untuk   menegaskan Seorang yang tak terukur dengan mengukurnya? Ia yang mengukur seorang yang tidak terukur Pastilah, aku pikir, seorang bodoh yang terhalangi.”

 

9 (9) Brahmā Tudu

<324> Di Sāvatthī. Pada saat itu, Bhikkhu Kokālika sedang sakit, menderita, sakit parah. Kemudian, pada larut malam, brahmā mandiri Tudu, dengan keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Bhikkhu Kokālika.402 Setelah mendekat, ia berdiri di udara dan berkata kepada Bhikkhu Kokālika: “Berkeyakinanlah pada Sāriputta dan Moggāllāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggāllāna berperilaku baik.” “Siapakah engkau, Sahabat?” “Aku adalah brahmā mandiri Tudu.” “Bukankah Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau adalah seorang Yang-Tidak-Kembali, Sahabat? Mengapa engkau kembali ke sini? Lihat berapa jauh engkau telah melanggar.”403

[Brahmā Tudu:]

588. “Ketika seseorang telah terlahir Sebuah kapak muncul di dalam mulutnya Yang dengannya si dungu memotong dirinya sendiri Dengan mengucapkan fitnah. <325>

589. “Ia yang memuji seseorang yang layak dicela, Atau mencela seseorang yang layak dipuji, Melakukan lemparan tidak beruntung dengan mulutnya Yang dengannya ia tidak menemukan kebahagiaan.404

590. “Kata-kata tidak berguna adalah lemparan tidak  beruntung Yang membawa kerugian pada dadu, [kehilangan] segalanya, termasuk dirinya; Yang jauh lebih buruk lagi—lemparan tidak beruntung ini Memendam kebencian terhadap Yang Sempurna.405

591. “Selama seratus ribu nirabuda Dan tiga puluh enam lebih, dan lima abbuda, Yang mencela Para Mulia pergi ke neraka, Setelah mengucapkan kata-kata jahat dan memendam  pikiran jahat terhadap mereka.”406

 

10 (10) Kokālika (2)

Di Sāvatthī.407 Kemudian Bhikkhu Kokālika mendekati Sang Bhagavā, [150] <326> memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Yang Mulia, Sāriputta dan Moggāllāna memiliki keinginankeinginan buruk; mereka dikuasai oleh keinginan-keinginan buruk.” Ketika hal ini diucapkan, Sang Bhagavā berkata kepada Bhikkhu Kokālika: “Jangan berkata demikian, Kokālika! Jangan berkata demikian, Kokālika! Berkeyakinanlah pada Sāriputta dan Moggāllāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggāllāna berperilaku baik.” Untuk ke dua kalinya, Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, walaupun aku berkeyakinan dan percaya pada Bhagavā, namun aku tetap mengatakan bahwa Sāriputta dan Moggāllāna memiliki keinginan-keinginan buruk; mereka dikuasai oleh keinginan buruk.” Dan untuk ke dua kalinya, Sang Bhagavā berkata kepada Bhikkhu Kokālika: “Jangan berkata demikian, Kokālika! … Sāriputta dan Moggāllāna berperilaku baik.” Untuk ke tiga kalinya, Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, walaupun aku berkeyakinan dan percaya pada Bhagavā, namun aku tetap mengatakan bahwa Sāriputta dan Moggāllāna memiliki keinginan-keinginan buruk; mereka dikuasai oleh keinginan buruk.” Dan untuk ke tiga kalinya, Sang Bhagavā berkata kepada Bhikkhu Kokālika: “Jangan berkata demikian, Kokālika! … Sāriputta dan Moggāllāna berperilaku baik.”

Kemudian Bhikkhu Kokālika bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan pergi, dengan Beliau di sisi kanannya. Tidak lama setelah Bhikkhu Kokālika pergi, sekujur tubuhnya menjadi penuh dengan bisul sebesar biji sawi. <327> Kemudian tumbuh menjadi sebesar kacang hijau, kemudian seukuran kacang kedelai; kemudian seukuran buah jujube, kemudian seukuran myrobalan; kemudian seukuran buah beluva yang belum matang, kemudian seukuran buah beluva yang telah matang. Ketika telah tumbuh hingga seukuran buah beluva matang, bisul itu pecah, meneteskan nanah dan darah. Kemudian, karena penyakitnya itu, Bhikkhu Kokālika meninggal dunia, [151] dan karena ia memendam permusuhan terhadap Sāriputta dan Moggāllāna, setelah kematiannya, ia terlahir kembali di Neraka Paduma.408 Kemudian, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati, dengan keindahan memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, berdiri di satu sisi <328> dan berkata kepadanya: “Yang Mulia, Bhikkhu Kokālika telah meninggal dunia, dan karena ia memendam permusuhan terhadap Sāriputta dan Moggāllāna, setelah kematiannya, ia telah terlahir kembali di Neraka Paduma.” Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Setelah mengatakan hal ini, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan dengan Beliau di sisi kanannya, ia lenyap dari sana. Kemudian, ketika malam telah berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, tadi malam, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati mendatangiKu dan berkata kepada-Ku … (seperti di atas) … Setelah mengatakan hal ini, ia memberi hormat kepada-Ku, dengan Aku di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.” Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu tertentu berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, berapa lamakah umur kehidupan di Neraka Paduma?” “Umur kehidupan di Neraka Paduma adalah panjang, Bhikkhu, tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam tahun, atau ratusan tahun, atau ribuan tahun, atau ratusan ribu tahun.” <329> “Apakah mungkin dengan perumpamaan, Yang Mulia?” [152] “Mungkin, Bhikkhu. Misalkan, Bhikkhu, terdapat satu kereta dari Kosala berukuran dua puluh yang penuh dengan biji wijen. Di akhir setiap seratus tahun, seseorang akan mengambil sebutir dari sana. Kereta dari Kosala berukuran dua puluh yang penuh dengan biji wijen itu kosong lebih cepat daripada satu Neraka Abbuda dilalui. Dua puluh Neraka Abbuda adalah setara dengan satu Neraka Nirabbuda; dua puluh Neraka Nirabbuda adalah setara dengan satu Neraka Ababa; dua puluh Neraka Ababa adalah setara dengan satu Neraka Aṭaṭa; dua puluh Neraka Aṭaṭa adalah setara dengan satu Neraka Ahaha; dua puluh Neraka Ahaha adalah setara dengan satu Neraka Kumuda; dua puluh Neraka Kumuda adalah setara dengan satu Neraka Soghandika; dua puluh Neraka Soghandika adalah setara dengan satu Neraka Uppala; dua puluh Neraka Uppala adalah setara dengan satu Neraka Pundarika; dan dua puluh Neraka Pundarika adalah setara dengan satu Neraka Paduma. Sekarang, Bhikkhu Kokālika telah terlahir kembali di Neraka Paduma karena memendam permusuhan dengan Sāriputta dan Moggāllāna.”409 <330> Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan hal berikut ini:

592-95. “Ketika seseorang telah terlahir kembali    … (syair = 588-591) … [153] <331>   Setelah mengucapkan kata-kata jahat dan memendam pikiran jahat terhadap mereka.”

 

 

 

 

Leave a Reply 0 comments