Mahāgovinda Sutta

DN 19

Mahāgovinda Sutta

Pejabat Agung

Kehidupan Lampau Gotama

Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh

Maurice O’Connell Walshe

© 2009-2011


[220] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, di Puncak Nasar. Dan ketika malam hampir berakhir, Gandhabba Pañcasikha,2 menerangi seluruh puncak Nasar dengan cahaya terang,3 mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, aku ingin melaporkan kepada-Mu apa yang kulihat dan kuamati sendiri secara langsung ketika aku berada di hadapan Tiga-Puluh-Tiga Dewa.’ ‘Katakanlah, Pañcasikha,’ Sang Bhagavā berkata.

2.-3. ‘Bhagavā, di masa lalu, telah lama yang lalu, pada hari Uposatha tanggal lima belas di akhir musim hujan, Tiga-Puluh-Tiga Dewa berkumpul dan bergembira karena para dewa berkembang, dan asura mengalami kemunduran (seperti Sutta 18, paragraf 12). [221] Kemudian Sakka mengucapkan syair berikut ini:

‘Para dewa dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka juga, memuji Sang Tathāgata, dan kebenaran Dhamma, Melihat datangnya para dewa-baru, indah dan agung Yang telah menjalani hidup suci, sekarang terlahir kembali di alam bahagia.
Mengalahkan yang lainnya dalam hal kemasyhuran dan kemegahan, murid-murid Sang Bijaksana Yang Mahakuasa menonjol. Melihat ini, para dewa dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka juga, memuji Sang Tathāgata, dan kebenaran Dhamma.’ [222]

Mendengar kata-kata ini, Tiga-Puluh-Tiga dewa lebih gembira dan bahagia lagi, dipenuhi sukacita dan berkata: ‘Alam para dewa sedang tumbuh berkembang, alam asura sedang mengalami kemunduran!’’

4. [Pañcasikha melanjutkan:] ‘Kemudian Sakka, melihat kepuasan mereka, berkata kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa: “Maukah kalian, Tuan-tuan, mendengarkan delapan pernyataan benar sebagai pujian terhadap Sang Bhagavā?” dan setelah menerima persetujuan mereka, ia menyatakan:’

5. ‘“Bagaimana menurut kalian, para Tiga-Puluh-Tiga Dewa? Sehubungan dengan cara Sang Bhagavā berusaha demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih-Nya kepada dunia, demi kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia – kita tidak akan menemukan guru lain yang memiliki kualitas-kualitas tersebut, apakah di masa lampau ataupun di masa depan, selain Sang Bhagavā.”’

6. ‘“Dinyatakan dengan baik sekali, sungguh, Ajaran Sang Bhagavā ini, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri – dan kita tidak akan menemukan pembabar lain dari ajaran kemajuan demikian, apakah di masa lampau ataupun di masa depan, selain Sang Bhagavā.”’

7. ‘“Sang Bhagavā telah menjelaskan dengan baik apa yang benar dan apa yang salah, apa [223] yang patut dicela dan apa yang tidak patut dicela, apa yang harus dilatih, dan apa yang tidak perlu dilatih, apa yang rendah dan apa yang mulia, dan apa yang busuk, indah atau campuran dalam hal kualitas.4 Dan kita tidak akan menemukan pembabar lain dari ajaran kemajuan demikian, apakah di masa lampau ataupun di masa depan, selain Sang Bhagavā.”’

8. ‘“Dan lagi, Sang Bhagavā telah menjelaskan dengan baik kepada para siswa-Nya mengenai Jalan Menuju Nibbāna,5 dan semuanya bergabung, Nibbāna dan Sang Jalan, bagaikan air dari Sungai Gangga dan Yamuna bergabung dan mengalir bersama. Dan kita tidak akan menemukan pembabar lain dari Jalan menuju Nibbāna … selain Sang Bhagavā.”’

9. ‘“Dan Sang Bhagavā telah mendapatkan pengikut, baik para pelajar6 dan Sang Bhagavā menetap bersama dengan mereka, semuanya bergembira akan satu hal. Dan kita tidak akan menemukan pembabar lain … selain Sang Bhagavā.”’

10. ‘“Persembahan yang diberikan kepada Sang Bhagavā adalah jasa yang baik, kemasyhuran-Nya kokoh, sedemikian sehingga, aku pikir, para Khattiya akan terus-menerus terikat dengan-Nya, meskipun Sang Bhagavā menerima persembahan-makanan dari mereka tanpa kesombongan. Dan kita tidak akan menemukan Guru yang lain yang melakukan hal ini … [224] selain Sang Bhagavā.”’

11. ‘“Dan Sang Bhagavā melakukan apa yang Beliau katakan, dan mengatakan apa yang Beliau lakukan. Dan kita tidak akan menemukan guru lain yang berbuat demikian, dalam setiap aspek ajaran … selain Sang Bhagavā.”’

12. ‘“Sang Bhagavā telah melampaui keragu-raguan,7 melampaui ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’, Beliau telah mencapai tujuan-Nya sehubungan dengan cita-cita-Nya dan kehidupan suci yang tertinggi. Dan kita tidak akan menemukan guru lain yang telah berbuat demikian, apakah di masa lampau ataupun di masa sekarang, selain Sang Bhagavā.”’

‘Dan ketika Sakka telah menyatakan delapan pernyataan jujur sebagai pujian kepada Sang Bhagavā, para Tiga-Puluh-Tiga Dewa bahkan menjadi lebih gembira dan bersukacita, dipenuhi kebahagiaan mendengar pujian terhadap Sang Bhagavā.’

13. ‘Kemudian sekelompok dewa berseru: “Oh, seandainya empat Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna muncul di dunia ini dan mengajarkan Dhamma seperti Sang Bhagavā! Demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!” dan beberapa berkata: “Tidak perlu empat Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna – tiga sudah cukup!” dan yang lain lagi berkata: “Tidak perlu tiga – dua sudah cukup!”’ [225]

14. ‘Mendengar kata-kata ini, Sakka berkata: “Tidaklah mungkin, Tuan-tuan, tidak akan terjadi dua Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna muncul bersamaan dalam satu alam-semesta yang sama. Hal itu tidak mungkin. Semoga Sang Bhagavā yang ini berumur panjang, bertahun-tahun mendatang, bebas dari penyakit! Demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!”

“Dan kemudian mereka berkonsultasi dan merenungkan bersama tentang persoalan yang menyebabkan mereka berkumpul di Aula Sudhamma, dan Empat Raja Dewa ditegur dan dinasihati mengenai persoalan ini sementara mereka berdiri di samping tempat duduk mereka masing-masing tidak bergerak:

Raja-raja, menasihati, menekankan kata-kata yang mereka ucapkan, Berdiri diam, tenang, di samping tempat duduk mereka.”’

15-16. ‘Seberkas cahaya gemilang terlihat, menandakan kedatangan Brahmā. Semuanya duduk di tempat duduknya masing-masing (seperti Sutta 18, paragraf 15-17), masing-masing berharap agar Brahmā duduk di tempat duduk mereka.’ [226-7]

17. ‘Kemudian Brahmā Sanankumāra, setelah turun dari alamnya, dan melihat kegembiraan mereka, mengucapkan syair ini:

“Para dewa dari Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka juga, ….” (seperti di atas)’

18. ‘Suara Brahmā Sanankumāra memiliki delapan kualitas (seperti Sutta 18, paragraf 19).’

19. ‘Kemudian Tiga-Puluh-Tiga Dewa berkata kepada Brahmā Sanankumāra: “Baik sekali, Brahmā! Kami bergembira atas apa yang kami dengar. [228] Sakka, Raja para dewa, juga telah menyatakan delapan pernyataan benar kepada kami tentang Sang Bhagavā, yang juga membuat kami gembira.” Kemudian Brahmā berkata kepada Sakka: “Baik sekali, Raja para dewa. Dan kami juga ingin mendengarkan delapan pernyataan benar tentang Sang Bhagavā itu.” “Baiklah, Brahmā Agung,” Sakka menjawab, dan ia mengulangi delapan pernyataan itu.’

20.-27. ‘“Bagaimana menurutmu, Tuan Brahmā …?” (seperti paragraf 5-12) [229] [230] Dan Brahmā Sanankumāra senang, gembira, dan dipenuhi dengan kebahagiaan mendengar kata-kata pujian terhadap Sang Bhagavā.’

28. ‘Brahmā Sanankumāra berpenampilan dalam bentuk kasar dan muncul dalam wujud Pañcasikha (seperti Sutta 18, paragraf 18).8 Dan duduk bersila demikian, ia berkata kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa: “Sejak kapankah Sang Bhagavā menjadi salah satu di antara mereka yang memiliki kebijaksanaan tinggi?”’

29. ‘“Pada suatu ketika, ada seorang raja bernama Disampatī. Brahmana kerajaannya9 yang disebut Pejabat.10 Putra raja adalah seorang pemuda bernama Reṇu, dan putra si pejabat itu bernama Jotipāla. Pangeran Reṇu dan Joṭipāla, bersama enam orang Khattiya lainnya, membentuk suatu perkumpulan yang terdiri dari delapan orang sahabat. [231] Seiring berjalannya waktu, si pejabat meninggal, dan Raja Disampatī berdukacita atas kematiannya, ia berkata: ‘Aduh, pada saat ini, ketika kami telah memercayakan semua tanggung jawab kepada si pejabat, dan kami telah meninggalkan semuanya untuk menikmati kenikmatan lima indria, si pejabat meninggal dunia!’”’

‘“Mendengar kata-kata ini, Pangeran Reṇu berkata: ‘Baginda, jangan berdukacita atas kematian si pejabat terlalu berlebihan! Putranya, Jotipāla,11 lebih cerdas daripada ayahnya dan memiliki mata yang lebih baik terhadap apa yang menguntungkan. Engkau harus mengizinkan Jotipāla untuk mengurus segala urusan yang engkau percayakan kepada ayahnya.’ ‘Benarkah, anakku?’ ‘Ya, Baginda.’”’

30. ‘“Kemudian Raja memanggil seseorang dan berkata: ‘Mari, anakku, pergilah temui pemuda Jotipāla dan katakan: “Semoga Yang Mulia Jotipāla sehat! Raja Disampatī memanggilmu, beliau ingin menemuimu.” “Baiklah, Baginda,” jawab orang itu, dan pergi menyampaikan pesan itu. [232] Menerima pesan itu, Jotipāla berkata: ‘Baiklah, Tuan,’ dan pergi menghadap Raja. Setelah memasuki istana, ia saling bertukar sapa dengan Raja, kemudian duduk di satu sisi. Raja berkata: “Kami ingin Yang Mulia Jotipāla mengurus urusan kami. Jangan menolak. Aku akan menempatkan engkau pada posisi ayahmu dan melantik12 engkau menjadi pejabat.” ‘Baiklah, Baginda,’ jawab Jotipāla.”’

31. ‘“Maka Raja Disampatī mengangkat Jotipāla sebagai pejabat menggantikan ayahnya. Dan begitu diangkat, Jotipāla melanjutkan tugas-tugas yang telah dijalankan oleh ayahnya, tidak melakukan pekerjaan yang belum dijalankan oleh ayahnya. Ia menyelesaikan semua tugas-tugas yang telah diselesaikan oleh ayahnya, dan tidak yang lainnya. Dan orang-orang berkata: ‘Brahmana ini sungguh seorang pejabat! Sesungguhnya ia adalah seorang Pejabat Agung!’ Dan demikianlah si Brahmana muda Jotipāla dikenal sebagai Pejabat Agung.”’

32. ‘“Dan suatu hari, Sang Pejabat Agung menemui kelompok enam orang mulia dan berkata: ‘Raja Disampatī sudah tua, jompo, [233] diserang oleh usia. Hidupnya hampir berakhir dan ia tidak akan bertahan lama lagi. Siapakah yang dapat menentukan berapa lama seseorang hidup? Saat Raja Disampatī wafat, para pengangkat raja13 wajib mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja. Kalian harus pergi, Tuan-tuan, temuilah Pangeran Reṇu dan katakan: “Kami adalah sahabat baik dan tersayang dari Baginda Reṇu, saling berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Baginda Raja Disampatī sudah tua …. Saat Beliau wafat, para pengangkat raja wajib mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja. Jika Baginda Reṇu memperoleh tahta, sudilah ia membaginya dengan kami.””’

33. ‘“‘Baiklah, Tuan,’ jawab enam mulia itu, dan mereka menemui Pangeran Reṇu dan mengatakan kepadanya apa yang diusulkan oleh Sang Pejabat Agung. ‘Tuan-tuan, siapakah, selain diriku, yang akan mendapatkan kemakmuran kalau bukan kalian? Jika, Tuan-tuan, aku mendapatkan tahta, aku akan membaginya dengan kalian.’”’ [234]

34. ‘“Seiring berjalannya waktu, Raja Disampatī wafat, dan para pengangkat-raja mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja di wilayahnya. Dan setelah menjadi Raja, Reṇu tenggelam dalam kenikmatan lima indria. Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi kelompok enam mulia dan berkata: ‘Tuan-tuan, sekarang Raja Disampatī telah wafat, Baginda Reṇu yang telah diangkat menjadi Raja, telah tenggelam dalam kenikmatan lima indria. Siapakah yang tahu apa yang akan terjadi? Kenikmatan-indria adalah memabukkan. Kalian harus menghadapnya dan berkata: “Raja Disampatī telah wafat dan Baginda Reṇu telah diangkat menjadi Raja, apakah engkau ingat kata-katamu, Baginda?”’”’

‘“Mereka melakukan hal itu, dan Raja berkata: ‘Tuan-tuan, aku ingat kata-kataku. Siapakah yang dapat membagi wilayah besar ini, yang begitu luas di utara dan begitu [sempit] bagaikan bagian depan kereta14 di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama?’ ‘Siapa lagi, Baginda, kalau bukan Sang Pejabat Agung?’”’

35. ‘“Maka Raja Reṇu mengutus seseorang untuk menemui Sang Pejabat Agung untuk mengatakan: ‘Tuan, Raja memanggil engkau.’ [235] Orang itu pergi, dan Sang Pejabat Agung menghadap Raja, saling bertukar sapa dengannya, dan duduk di satu sisi. Kemudian Raja berkata: ‘Tuan Pejabat, pergi dan bagilah wilayah besar ini, yang begitu luas di utara dan begitu sempit bagaikan bagian depan kereta di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama.’ ‘Baik, Baginda,’jawab Sang Pejabat Agung, dan melakukan perintah itu.”’

36. ‘“Dan wilayah Raja Reṇu di tengah:

Dantapura untuk para Kālinga, Potaka untuk para Assaka, Mahissati untuk para Avant, Roruka untuk para Sovīra,

Mithilā untuk para Videha, Campā untuk para Anga, Benares untuk para Kāsī, demikianlah si Pejabat membagi. [236]

Kelompok enam mulia gembira dengan apa yang mereka peroleh dan keberhasilan rencana mereka: ‘Apa yang kita inginkan, kehendaki, cita-citakan dan usahakan, telah kita dapatkan!’

Sattabhū, Brahmadatta, Vessabhū, dan Bharata, Reṇu dan dua Dhataraṭṭha, ini adalah tujuh raja Bhārat.”’15

[Akhir dari bagian pembacaan pertama]

37. ‘“Kemudian kelompok enam mulia mendatangi sang Pejabat Agung dan berkata: ‘Yang Mulia Pejabat, seperti halnya engkau adalah sahabat baik, tersayang, setia dari Raja Reṇu, demikian pula halnya engkau dengan kami. Mohon uruslah urusan kami! Kami percaya engkau tidak akan menolak.’ Maka ia mengurus wilayah-wilayah milik tujuh raja,16 dan ia juga mengajarkan mantra kepada tujuh Brahmana terkenal dengan tujuh ratus murid mereka.”’17 [237]

38. ‘“Seiring berjalannya waktu, berita baik menyebar sehubungan dengan sang Pejabat Agung: ‘Sang Pejabat Agung dapat melihat Brahmā dengan matanya sendiri, berbicara dengannya secara langsung dan berkonsultasi dengannya!’18 Dan ia berpikir: ‘Sekarang berita baik ini menyebar sehubungan denganku, bahwa aku dapat melihat Brahmā dengan mataku sendiri, …. Tetapi itu tidak benar. Akan tetapi, aku telah mendengar ini dikatakan oleh para Brahmana tua dan terhormat, guru dari para guru, bahwa siapa saja yang mengasingkan diri dalam meditasi selama empat bulan musim hujan, mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan, dapat melihat Brahmā dengan matanya sendiri, berbicara dengannya secara langsung dan berkonsultasi dengannya. Bagaimana jika aku melakukan hal ini?’”’19

39. ‘“Maka Sang Pejabat Agung menghadap Raja Reṇu dan memberitahukan kepadanya tentang berita itu, dan tentang keinginannya untuk mengasingkan diri dan mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan. ‘Dan tidak seorang pun yang boleh datang ke dekatku kecuali membawakan makanan.’ ‘Yang Mulia, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’ [238]

40. ‘“Kelompok enam mulia juga memberikan jawaban yang sama: ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’

41. ‘“Ia mendatangi tujuh Brahmana dan tujuh ratus muridnya dan memberitahu mereka tentang rencananya, dan menambahkan: ‘Jadi, Tuan-tuan, kalian lanjutkanlah membaca mantra-mantra yang telah kalian dengar dan pelajari, dan ajarkan satu sama lain.’ ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’ Mereka menjawab.”’ [239]

42. ‘“Kemudian ia mendatangi empat puluh istri yang bertingkat setara, dan mereka berkata: ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’

43. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendirikan tempat tinggal baru di timur kota dan mengasingkan diri di sana selama empat bulan musim hujan, mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan, dan tidak seorang pun yang datang ke dekatnya kecuali membawakan makanan untuknya. Tetapi di akhir empat bulan, ia tidak merasakan apa-apa selain ketidakpuasan dan keletihan saat ia berpikir: ‘Aku mendengar dikatakan … bahwa siapa pun yang mengasingkan diri dalam meditasi selama empat bulan musim hujan, mengembangkan pencerapan dalam belas kasihan, dapat melihat Brahmā dengan matanya sendiri …, tetapi aku tidak dapat melihat Brahmā dengan mataku sendiri, dan tidak dapat berbicara, berdiskusi, atau berkonsultasi dengannya!’”’

44. ‘“Saat itu, Brahmā Sanankumāra membaca pikirannya dan, [240] secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang terlipat atau melipatnya lagi, ia lenyap dari alam Brahmā dan muncul di hadapan Sang Pejabat Agung. Dan Sang Pejabat Agung merasa takut dan gemetar, dan merinding melihat pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dan dengan ketakutan, gemetar dan merinding demikian, ia berkata kepada Brahmā Sanankumāra dalam syair ini:

‘O, pemandangan megah, agung dan suci, Siapakah engkau, Yang Mulia? Aku ingin mengetahui namamu.’
‘Dalam surga tertinggi, aku dikenal oleh semua: Brahmā Sanankumāra – aku dikenal demikian.’
‘Tempat duduk, dan air untuk kakimu, dan makanan Yang layak untuk Brahmā. Silahkan Yang Mulia Memutuskan keramahan apa yang ia inginkan.’20
‘Kami menerima pemberian yang dipersembahkan: sekarang katakan apa yang engkau inginkan dari kami – suatu anugerah atau keuntungan dalam kehidupan ini, atau dalam kehidupan berikutnya.
Katakan, Yang Mulia Pejabat, apa yang engkau inginkan.’”’

45.‘“Kemudian Sang Pejabat Agung berpikir:‘BrahmāSanankumāra menawarkan aku anugerah. Apakah yang akan kupilih – manfaat dalam kehidupan ini, atau yang berikutnya?’ [241] Kemudian ia berpikir: ‘Aku adalah ahli dalam hal manfaat dalam kehidupan ini, dan orang lain berkonsultasi denganku mengenai hal ini. Bagaimana jika aku meminta dari Brahmā Sanankumāra sesuatu manfaat dalam kehidupan mendatang?’ dan ia berkata kepada Brahmā dalam syair berikut:

‘Aku meminta dari Brahmā Sanankumāra hal ini,
Karena ragu, kepadanya yang tidak memiliki keraguan aku meminta
(mewakili yang lainnya juga aku meminta:) Dengan melakukan apakah
Makhluk-makhluk dapat mencapai alam Brahmā yang abadi?’
‘Orang itu yang menolak semua pikiran memiliki,
Menyendiri, tekun, dipenuhi belas kasihan,
Jauh dari kebusukan, bebas dari nafsu –
Menegakkan demikian, dan berlatih demikian,
Makhluk-makhluk dapat mencapai alam Brahmā yang abadi.’”’21

46. ‘“‘Aku mengerti “Menolak pikiran memiliki”. Ini berarti bahwa seseorang meninggalkan miliknya, kecil atau besar, meninggalkan sanak saudara, sedikit atau banyak, dan, mencukur rambut dan janggut, meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Demikianlah aku memahami “menolak pikiran memiliki”. [242] Aku mengerti “Menyendiri, tekun”. Ini berarti bahwa seseorang meninggalkan miliknya dan memilih bertempat tinggal di hutan, di bawah pohon, di lembah sebuah gunung, di dalam gua batu, di tanah pekuburan, di hutan atau di atas tumpukan rumput di ruang terbuka …. Aku mengerti “Dipenuhi belaskasihan”. Ini artinya bahwa seseorang berdiam memancarkan ke satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belaskasihan, kemudian ke arah ke dua, ke tiga dan ke empat. Demikianlah seseorang berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, ke segala tempat, ke segala penjuru, dengan pikiran yang dipenuhi dengan belaskasihan, meluas, tidak terukur, bebas dari kebencian dan permusuhan. Demikianlah aku memahami “Dipenuhi belaskasihan”. Tetapi kata-kata Yang Mulia tentang “Jauh dari kebusukan” aku tidak mengerti:

Apakah yang engkau maksudkan, Brahmā, dengan“kebusukan” di antara manusia?
Mohon terangilah kebodohanku, O, Yang bijaksana, tentang hal ini.
Rintangan apakah yang menyebabkan seseorang menjadi bau dan busuk,
Mengarah menuju neraka, terputus dari alam Brahmā?’ [243]
‘Kemarahan, kebohongan, kecurangan, dan penipuan,
Ketamakan, keangkuhan, dan kecemburuan,
Iri-hati, keraguan, dan mencelakai makhluk lain,
Keserakahan dan kebencian, ketumpulan dan khayalan:
Kebusukan menjijikkan ini yang memancar
Mengarah menuju neraka, terputus dari alam Brahmā.’

‘Seperti yang kumengerti dari kata-kata Yang Mulia tentang kebusukan ini, hal-hal ini tidak mudah diatasi jika seseorang menjalani kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, aku akan meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah.’ ‘Yang Mulia Pejabat, lakukanlah apa yang engkau anggap baik.’”’

47. ‘“Maka Sang Pejabat Agung menghadap Raja Reṇu dan berkata: ‘Baginda, mohon angkat menteri lain22 untuk mengurus urusanmu. Aku ingin pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Setelah apa yang dikatakan Brahmā kepadaku tentang kebusukan dunia ini, yang tidak mudah diatasi dengan menjalani kehidupan rumah tangga, aku akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah:

Raja Reṇu, penguasa wilayah ini, aku menyatakan,
Engkau harus memerintah sendiri, aku tidak akan menasihati engkau lagi!’
‘Jika engkau kekurangan sesuatu, aku akan mencukupi,
Jika ada yang melukaimu, kerajaanku akan melindungimu.
Engkau ayahku, aku putramu, Pejabat, menetaplah!’
‘Aku tidak kekurangan apa pun, tidak ada seorang pun yang melukaiku;
Bukan suara manusia yang kudengar – aku tidak dapat menetap di rumah.’ [244]
“Bukan-manusia” – Seperti apakah ia yang berbicara, sehingga engkau seketika meninggalkan rumah dan kami sekaligus?’
‘Sebelum aku pergi mengasingkan diri, aku memikirkan pengorbanan,
menyalakan api suci, menaburkan rumput kusa.
Tetapi sekarang – Brahmā abadi23 dari alam Brahmā muncul.
Aku bertanya, ia menjawab. Sekarang aku tidak bisa menetap lagi.’
‘Yang Mulia Pejabat, aku mempercayai kata-katamu. Kata-kata demikian
Sekali terdengar, engkau tidak memiliki pilihan lain.
Kami akan mengikuti: Pejabat, jadilah Guru kami.
Bagaikan permata-beryl, bersih, bagaikan air terjernih.
Begitu murni, kami akan mengikuti di belakangmu.

Jika Yang Mulia Pejabat pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, aku akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’

48. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi kelompok enam mulia dan berkata kepada mereka: ‘Tuan-tuan, mohon angkat menteri lain untuk untuk mengurus urusanmu. Aku ingin pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah ….’ Dan kelompok enam mulia itu menyingkir ke sudut [245] dan berdiskusi: ‘Para Brahmana ini serakah akan uang. Mungkin kita bisa membujuk Pejabat Agung dengan uang.’ Maka mereka kembali kepadanya dan berkata: ‘Tuan, ada banyak harta kekayaan di tujuh kerajaan ini. Ambillah sebanyak yang engkau inginkan.’ ‘Cukup, Tuan-tuan, aku telah menerima sangat banyak harta kekayaan dari Tuan-tuan. Karena itulah, aku ingin meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, seperti yang telah kujelaskan.’”’

49. ‘“Kemudian kelompok enam mulia menyingkir ke sudut lagi dan berdiskusi: ‘Para Brahmana ini serakah akan perempuan. Mungkin kita bisa membujuk Pejabat Agung dengan perempuan.’ Maka mereka kembali kepadanya dan berkata: ‘Tuan, ada banyak perempuan di tujuh kerajaan ini. Ambillah yang engkau pilih.’ ‘Cukup, Tuan-tuan, aku telah memiliki empat puluh istri yang setara, dan aku akan meninggalkan mereka untuk pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, seperti yang telah kujelaskan.’”’ [246]

50. ‘“‘Jika Yang Mulia Pejabat pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, kami akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti:

“Jika engkau meninggalkan nafsu-nafsu yang mengikat kebanyakan orang,24
Kerahkanlah dirimu, kuatlah dan bertahanlah dengan sabar!
Ini adalah jalan yang lurus, jalan yang tanpa tandingan,
Jalan kebenaran, yang dijaga oleh kebajikan, menuju alam Brahmā.”

51. ‘“‘Kalau begitu, Tuan Pejabat, tunggulah selama tujuh tahun, dan kemudian kami juga akan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’

‘“‘Tuan-tuan, tujuh tahun terlalu lama, aku tidak dapat menunggu selama tujuh tahun! Siapa yang dapat menentukan berapa lama manusia hidup? Kita harus pergi ke alam berikutnya, kita harus belajar dengan kebijaksanaan,25 kita harus melakukan apa yang benar dan menjalani hidup suci, karena tidak ada yang dilahirkan abadi. Sekarang aku akan meninggalkan keduniawian seperti yang telah kujelaskan.’”’

52. ‘“‘Baiklah, Yang Mulia Pejabat, tunggulah selama enam tahun, … lima tahun, … empat tahun, … tiga tahun, … dua tahun, … satu tahun, dan kemudian kami juga akan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’

53. ‘“‘Tuan-tuan, satu tahun terlalu lama ….’ ‘Kalau begitu, tunggulah selama tujuh bulan ….’”’

54. ‘“‘Tuan-tuan, tujuh bulan terlalu lama ….’ ‘Kalau begitu, tunggulah selama enam bulan …, lima bulan, … empat bulan, … tiga bulan, … dua bulan, … satu bulan, … setengah bulan ….’”’

55. ‘“‘Tuan-tuan, setengah bulan terlalu lama ….’ [248] ‘Kalau begitu, Yang Mulia Pejabat, tunggulah selama tujuh hari sementara kami menyerahkan kerajaan kami kepada putra dan saudara kami. Di akhir dari tujuh hari, kami akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’ ‘Tujuh hari tidak lama, Tuan-tuan. Aku setuju, Tuan-tuan, menunggu tujuh hari.’”’

56.‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi tujuh Brahmana dan tujuh ratus murid mereka, dan berkata kepada mereka: ‘Sekarang, Tuan-tuan, kalian harus mencari guru lain untuk mengajari kalian mantra. Aku bermaksud untuk meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Setelah apa yang dikatakan Brahmā kepadaku tentang kebusukan dunia ini, yang tidak mudah diatasi dengan menjalani kehidupan rumah tangga, aku akan meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah.’ ‘Yang Mulia Pejabat, jangan berkata begitu! Ada sedikit kekuasaan dan keuntungan dalam kehidupan tanpa rumah, dan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar dalam kehidupan sebagai Brahmana!’26 ‘Jangan berkata demikian, Tuan-tuan! Di samping itu, siapakah yang memiliki kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar daripada aku? Aku telah menjadi raja bagi para raja, bagaikan Brahmā bagi para Brahmana, bagaikan dewa bagi para perumah tangga, dan aku akan meninggalkan semua ini untuk meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, seperti yang telah [249] kujelaskan.’ ‘Jika Yang Mulia Pejabat pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, kami akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’

57. ‘“Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi empat puluh istrinya yang setara dan berkata: ‘Jika kalian menginginkan, kalian boleh pulang ke rumah keluarga kalian atau mencari suami lain. Aku bermaksud untuk meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah …. ‘ ‘Hanya engkaulah keluarga yang kami inginkan, suami satu-satunya yang kami inginkan. Jika Yang Mulia Pejabat meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, kami akan melakukan hal yang sama. Ke mana pun engkau pergi, kami akan mengikuti.’”’

58. ‘“Dan demikianlah Sang Pejabat Agung, di akhir dari tujuh hari, mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Dan bersamanya, turut serta tujuh raja Khattiya, tujuh Brahmana kaya dan terkenal bersama tujuh ratus murid mereka, empat puluh istrinya yang setara, beberapa ribu Khattiya, beberapa ribu Brahmana, beberapa ribu perumah tangga, bahkan beberapa perempuan-selir.”’

‘“Dan demikianlah, diikuti oleh kelompok ini, Sang Pejabat Agung mengembara melalui desa-desa, kota, dan [250] ibu kota. Dan setiap saat ia datang ke suatu desa atau kota, ia bagaikan raja bagi para raja, bagaikan Brahmā bagi para Brahmana, bagaikan dewa bagi para perumah tangga. Dan pada masa itu, ketika seseorang bersin atau tersandung, mereka mengucapkan: ‘Terpujilah Sang Pejabat Agung! Terpujilah Menteri dari Tujuh!’”’

59. ‘“Dan Sang Pejabat Agung berdiam memancarkan ke satu arah dengan pikiran dipenuhi cinta kasih, kemudian ke arah ke dua, kemudian ke tiga dan ke arah ke empat. Ia berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, ke mana-mana, ke segala penjuru, dengan pikiran dipenuhi dengan belas-kasihan, … dengan pikiran dipenuhi kegembiraan simpatik, … dengan pikiran dipenuhi dengan keseimbangan, … bebas dari kebencian dan permusuhan. Dan demikianlah, ia mengajarkan para siswanya jalan untuk bergabung dengan alam Brahmā.”’

60. ‘“Dan mereka yang pada masa itu telah menjadi siswa Sang Pejabat Agung dan telah menguasai ajarannya, setelah kematian, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam bahagia, di alam Brahmā. Dan mereka yang belum menguasai sepenuhnya ajarannya, terlahir kembali di antara para dewa Parinimmita-Vasavatti, di antara para dewa Nimmānarati, di antara para dewa Tusita, di antara para dewa Yāma, [251] di antara para dewa Tiga-Puluh-Tiga Dewa, di antara para dewa Empat Raja Dewa. Dan alam yang paling rendah yang dicapai beberapa dari mereka adalah gandhabba. Dengan demikian, pelepasan keduniawian dari semua orang itu bukanlah tidak berbuah atau mandul, namun menghasilkan buah dan manfaat.”’

61. ‘Apakah engkau mengingat hal ini, Bhagavā?’ ‘Aku ingat, Pañcasikha. Pada saat itu, Aku adalah Sang Brahmana, Sang Pejabat Agung, dan Aku mengajarkan kepada para siswa jalan untuk bergabung dengan alam Brahmā.’

‘Namun demikian, Pañcasikha, kehidupan suci yang itu tidak mengarah menuju kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, kedamaian, pengetahuan-super, pencerahan, Nibbāna, namun hanya kelahiran di alam-Brahmā. Sedangkan kehidupan suci-Ku pasti mengarah menuju kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, kedamaian, pengetahuan-super, pencerahan, Nibbāna. Yaitu Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar.’

62. ‘Dan, Pañcasikha, di antara para siswa-Ku yang telah menguasai ajaran-Ku telah dengan pengetahuan-super mereka sendiri mencapai, [252] dengan hancurnya kekotoran-kekotoran dalam kehidupan ini, kebebasan hati dan batin yang tanpa kekotoran. Dan di antara mereka yang belum menguasai sepenuhnya, beberapa dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah akan terlahir kembali secara spontan, dari sana mencapai Nibbāna tanpa kembali lagi ke dunia ini; beberapa dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan kebodohan akan menjadi Yang-Kembali-Sekali, yang akan kembali ke dunia ini sekali lagi sebelum mengakhiri penderitaan; dan beberapa dengan hancurnya tiga belenggu akan menjadi Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi terjatuh ke alam sengsara, dan pasti mencapai Pencerahan. Dengan demikian, pelepasan keduniawian dari semua orang itu bukanlah tidak berbuah atau mandul, namun menghasilkan buah dan manfaat.’

Demikianlah Sang Bhagavā berbicara, dan Pañcasikha dari gandhabba senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Dan, setelah memberi hormat kepada Beliau, ia berjalan dengan sisi kanan menghadap Beliau dan lenyap dari tempat itu.

  • 1. Harus disebutkan pendahuluan cemerlang dari RD atas Sutta ini, yang mana ia menganalisa dalam bentuk drama, menunjukkan hubungan yang jelas dengan Sutta sebelumnya dengan rujukan ‘Episode 1 dikisahkan dalam Babak 1, adegan 1 dan 2’, dan seterusnya. Ia menekankan pada humor dan menggunakan teknik propaganda, yang berbentuk menerima dan mengalahkan posisi lawan dan bukannya konfrontasi langsung. Sementara, kita mungkin tidak yakin bahwa Sutta ini menceritakan tentang pribadi Sang Buddha (namun sama – apakah kita yakin bahwa ini tidak, dalam beberapa bentuk?), ini sesungguhnya adalah metode yang Beliau gunakan dalam diskusi dengan lawan bicara. RD juga menganalisa perbedaan antara Sutta ini dengan versi Sanskrit dari Mahāvastu, buah karya dari aliran Lokuttaravāda.
  • 2. Merujuk pada DN 18.18, di mana Brahmā menyamar sebagai Pañcasikha, yang sekarang muncul sendiri. Ia menata rambutnya dalam lima ikatan seperti yang ia lakukan ketika ia meninggal dunia sebagai pemuda.
  • 3. Cahaya para dewa adalah ciri standar: dalam Deva Saṁyutta yang memulai SN, kita diperkenalkan dengan barisan para dewa yang ‘menerangi seluruh Hutan Jeta dengan cahaya cemerlang mereka’. Cahaya Brahma jauh lebih cemerlang, dan dalam DN 14.1.17 kita mengetahui bahwa cahaya yang bahkan lebih cemerlang lagi muncul pada saat Sang Bodhisatta memasuki rahim dan kelahiran-Nya.
  • 4. Seperti dalam DN 18.25. Cf., ‘geliat-belut’ yang disebutkan dalam DN 1.2.24.
  • 5. ‘Jalan’ di sini sebenarnya adalah praktik, paṭipadā. Jalan Mulia Berfaktor Delapan adalah ‘Jalan Tengah’ atau ‘Praktik Tengah’, majjhima-paṭipadā.
  • 6. Sekhā: pelajar yang, telah mencapai satu dari tiga jalan pertama, masih belum mencapai Pencerahan.[f/n] dan mereka yang, setelah menjalani kehidupan, telah menghapuskan kekotoran-kekotoran,Arahat.
  • 7. ‘Menyeberangi lautan keragu-raguan’ (RD).
  • 8. Kalimat yang diulang ini bahkan termasuk rujukan pada Brahmā yang mengambil wujud Pañcasikha, walaupun disini Pañcasikha sendiri yang menceritakan kisah itu.
  • 9. Purohita.
  • 10. Govinda. Catatan RD: ‘Ini adalah bukti … bahwa Govinda, secara harfiah, “Gembala”, adalah gelar, bukan nama, dan berarti Pusaka-Penasihat.’ Tetapi kebanyakan orang lebih mengenal jabatan daripada nama sebenarnya, mungkin untuk alasan tabu. Kita dapat melihat bagaimana istana kerajaan di Skotlandia bernama Steward, yang aslinya adalah ‘sty-ward’!
  • 11. Nama ini berarti ‘penjaga cahaya’.
  • 12. Seperti yang disebutkan oleh RD, ungkapan ‘melantik’ adalah penting, menyiratkan bahwa jabatan itu adalah jabatan kerajaan.
  • 13. Tidak ada catatan berharga tentang ini dalam DA. Diduga adalah kumpulan para mulia (Khattiya).
  • 14. Sakaṭamukha. Ungkapan ini, yang membingungkan RD, telah dijelaskan sebagai bagian (sempit) dari bagian depan kereta, merujuk pada bentuk meruncing di India.
  • 15. RD membuat tabel yang menggambarkan hubungan dan pembagian geografis, yang bagaimanapun juga, seperti yang ia katakan, tidak sesuai dengan cerita ini.
  • 16. Tidak ‘diinstruksikan … dalam pemerintahan’ (RD). Ungkapan ini digunakan dengan cara yang sama seperti yang diterjemahkan sebelumnya ‘mengurus’.
  • 17. Nahātaka: secara harfiah, ‘setelah mandi’ (yaitu, lulus).
  • 18. Cf. sebaliknya, DN 13.12ff.
  • 19. Ini juga cara yang disarankan oleh Sang Buddha dalam DN 13.
  • 20. Seperti yang diusulkan oleh RD, ia merasa bahwa ia harus mempersembahkan sesuatu kepada Brahmā, namun ia tidak mengetahui apa yang pantas.
  • 21. Dalam Buddhisme, tentu saja, alam Brahmā tidaklah kekal. Namun dalam masa sebelum Buddhis, ini adalah tujuan tertinggi yang dicita-citakan oleh seseorang.
  • 22. Purohita: saya telah berspekulasi dalam mengartikan dua makna ‘menteri’ dalam bahasa Inggris: ‘menteri agama’ dan ‘menteri pemerintahan’. Kata Pali ini mendekati kombinasi keduanya.
  • 23. Cf. n.558.
  • 24. Puthujjana: atau ‘kaum duniawi’.
  • 25. Mantāya: jelas ‘dengan mantra’, namun diartikan dalam DA sebagai ‘kebijaksanaan’.
  • 26. Ironi menarik di sini jangan diabaikan. Kecurigaan dari kelompok enam mulia, diungkapkan dalam paragraf 48-49, bukanlah tanpa dasar, sepanjang yang dimaksud adalah Brahmana biasa. Dan cf., misalnya DN 4.26!

Leave a Reply 0 comments